Cirebon, NU Online
Kehilangan KH Ja’far Aqil Siroj tak hanya dirasakan segenap keluarga, santri dan umat Muslim, akan tetapi juga oleh ragam kelompok penganut agama lain, di antaranya Katolik dan Konghucu di daerah Cirebon.
<>
Umat Katolik Bunda Maria Cirebon, Yohanes Muryadi menceritakan kedekatannya dengan Buya Ja’far kepada NU Online. Menurutnya, Buya Ja’far sudah dianggap sebagai bagian dari keluarganya karena dianggap berkenan untuk mengayomi seluruh masyarakat tanpa memandang status dan golongan.
“Buya Ja’far di hati saya adalah sebagai sosok kiai yang mampu bersahabat dengan semua orang. Beliau sudah dianggap sebagai keluarga kami. Beliau adalah Gus Dur yang ada di sini (Cirebon, red),” ungkap Pendeta Yohanes, Rabu (2/4).
Hal yang sama juga dirasakan Surya Pranata, Sesepuh Masyarakat Tionghoa Cirebon. Menurutnya, Buya Ja’far adalah salah satu sosok yang patut diteladani warga Cirebon, karena mampu menjaga dan mengedepankan perdamaian antaragama.
“Beliau (Buya Ja’far, red) punya pemikira yang begitu luas dan juga berjiwa besar. Kami sangat merasakan kehilangan akan kepergian beliau,” ungkapnya.
Rasa kehilangan yang mendalam juga disampaikan Sucipto Candra, dari Majelis Agama Konghucu Indonesia (Makin) Cirebon. Ia berharap, semoga kiprah dan sikap Buya Ja’far untuk persaudaraan agama-agama dapat diteruskan para santri, keluarga, dan kerabatnya.
“Kami sangat merasa kehilangan Buya Ja’far, tokoh nasionalis yang mampu mengayomi semua golongan,” pungkas Sucipto.
Buya Ja’far wafat pada hari Selasa (1/4). Selain sebagai pengasuh Pesantren Kempek, almarhum juga mengemban amanat sebagai Ketua Majelis Ulama (MUI) Kabupaten Cirebon dan aktif di beberapa pertemuan lintas agama. (Sobih Adnan/Abdullah Alawi)