Perkawinan Dini Tinggi, Konvensi PBB Terkait Hak Anak Perlu Disosialisasikan
Rabu, 11 Oktober 2017 | 03:03 WIB
Jumlah perikahan anak semakin menggelisahakan. Namun, data yang dihimpun sejak 2008 sampai 2015 menyebut tidak terdapat perubahan yang signifikan terhadap angka perkawinan anak. Sejak tahun 2008 angka perkawinan usia anak relatif tetap stabil sekitar 25 persen.
Menurut Ketua Bidang Hubungan Internasional dan Jaringan Luar Negeri Kopri PB PMII Anita Karolina, pernikahan anak merupakan perampasan hak-hak anak. "Yakni, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan perlindungan, dan hak untuk bermain," tegas Anita, Rabu (11/10).
"Pernikahan anak akan mengganggu pendidikan, membahayakan kesehatan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak. Hal tersebut tidak sesuai dengan konvensi PBB tentang hak-hak anak," imbuhnya.
Pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lanjut dia, tentang Hak Anak pada pasal 27 tertulis negara-negara peserta mengakui hak setiap anak atas taraf hidup yang layak bagi pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak. Pernikahan dini merupakan suatu realita yang masih menghantui di belahan dunia manapun hingga hari ini.
Beberapa orang tua di belahan dunia menganggap bahwa dengan menikahkan anak di usia dini akan mengurangi beban ekonomi keluarga. Pemahaman seperti itu harus mulai diseger. Perlu sosialisasi konvensi PBB mengenai hak anak hingga ke stakeholder masyarakat terkecil terkait penikahan anak.
Khususnya di Indonesia terdapat beberapa wilayah yang masih cukup tinggi. Daerah dengan tingkat perkawinan usia anak tertinggi berada di Sulawesi Barat dengan rata-rata 36,2 persen, disusul Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah.
"Imbasnya, PBB menggolongkan Indonesia berada pada peringkat ke-7 di dunia untuk kategori angka absolut perkawinan usia anak tertinggi yang menanggung beban perkawinan usia anak," ucapnya.
Indonesia merupakan salah satu negara tertinggi di kawasan Asia Timur dan Pasifik untuk jumlah angka perkawinan usia anak. Di Asia Tenggara, posisi Indonesia hanya berada di bawah Kamboja. (Nita Nurdiani Putri/Alhafiz K)