Jakarta, NU Online
Wewenang Kementerian Agama sebagai regulator sekaligus operator penyelenggaran haji seperti diatur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2008, perlu dibatasi. Rangkap tugas semacam ini tidak relevan di era tata kelola pemerintahan yang kini dituntut profesional, akuntabel, dan transparan kepada publik.
<>
“Monopoli kewenangan dan kebijakan yang begitu besar terhadap sebuah institusi rentan disalahgunakan dan dapat menyuburkan praktik korupsi,” kata Ketua Umum Komnas Haji Mustolih Siradj kepada NU Online per telepon, Selasa (27/5) siang.
Menurutnya, tugas Kemenag saat ini sangat banyak meliputi penerimaan dana setoran calon jamaah, penyediaan transportasi baik darat maupun udara, pengadaan akomodasi, pemondokan, konsumsi, pembinaan, pengelolaan Dana Abadi Umat, sekaligus regulator.
“Terlalu besarnya beban kerja, penyelenggaran haji selama ini dikeluhkan masyarakat karena masih jauh dari transparansi dan profesionalitas utamanya terkait dana calon jamaah yang saat ini sudah mencapai Rp 64 triliun,” jelas Mustolih.
Sebagai jalan keluar karut-marut ini, Kemenag di masa mendatang harus diposisikan sebagai regulator dan pengawas saja. Aparatur pemerintahan jangan lagi menjalankan peran-peran operator. Solusi jangka panjangnya, perlu dibentuk badan khusus yang bertugas menyelenggarakan haji.
Menurut Mustolih, pembatasan fungsi hal ini sangat mungkin untuk dilakukan. Ia menunjuk pada kasus pengelolaan zakat dan wakaf. Dulu Kemenag juga mengelola dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) dari masyarakat.
Kemudian kewenangan itu dipangkas dengan lahirnya UU nomor 38 tahun 1999 yang digantikan oleh UU nomor 23 tahun 2011 terkait pengelolaan zakat. Urusan zakat selanjutnya diserahkan kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Begitu pula dengan kasus wakaf. Setelah lahir UU nomor 41 tahun 2004 pengelolaan wakaf dilimpahkan kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Kedua lembaga ini berada di bawah Presiden. Progres kedua lembaga itu terbilang baik dibanding ketika masih dijalankan Kemenag. “Semestinya pelimpahan wewenang ini bisa dilakukan untuk urusan haji dan umroh,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai advokat ini.
Tapi gagasan seperti ini, lanjut Mustolih, tentu saja akan ditolak Kemenag. Karena, upaya seperti akan memangkas kewenangan dan hilangnya proyek triliun rupiah yang sudah berjalan bertahun-tahun.
“Saat ini Kemenag ngotot menggolkan RUU Pengelolaan Keuangan Haji agar bisa lebih leluasa menggunakan dana setoran calon jamaah. Tapi ironisnya, RUU itu tidak menyinggung sama sekali hak-hak calon jamaah haji,” pungkas Mustolih. (Alhafiz K)