Nasional

Pentingnya Menyambung dan Memperkuat Sanad Perjuangan Kaum Santri

Kamis, 23 Februari 2017 | 01:02 WIB

Tangerang Selatan, NU Online
Komitmen kebangsaan kaum ulama-santri NU kuat karena memiliki sanad yang jelas. Sanad yang dimaksud tidak hanya sanad dalam keturunan biologis, melainkan sanad atau ketersambungan dalam keilmuan, ibadah dan yang telah terbukti dalam sejarah adalah sanad perjuangan membela bangsa dan negara. Karena itu untuk melemahkan semangat juang santri adalah dengan memutus tali sanad tersebut.

Kembali menengok sejerah perjuangan kaum satri dan pesantren sebagai basis pergerakannya. Penjajah berusaha keras bagaimana kelompok santri ini melemah. Salah satunya dengan mengubah sistem dan memutus sanad-sanad tersebut.

Uraian tersebut dijelaskan oleh Wakil Sekjen PBNU, KH Abdul Mun’in Dz dalam kesempatan Diskusi Islam dan Kebangsaan di Islam Nusantara Center, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (22/2) bersama Zainul Milal Bizawie.

Kiai Mun’im mengatakan, pemutusan sanad itu dilakukan di segala bidang. Dalam keilmuan, penjajah melakukan perombakan, pemisahan bidang-bidang ilmu. 

“Ilmu-ilmu itu tidak hanya ganti nama, tapi juga ganti filosofi, ganti paradigma. Seperti zoologi, biologi, geografi, botani yang diajarkan mulai SD sampai perguruan tinggi itu sudah disterilkan. Dari agama dan dari kepentingan nasional,” ujarnya.

Jadi ilmu harus netral, tidak boleh mengabdi agama. Sampai orde baru, diobjektifkan dipisahkan dari misi keagamaan. Ilmu sudah tidak me-nusantara. Ilmu mengabdi kepentingan kapitalisme global. Keterputusan lain yang lebih parah lagi terjadi dalam bidang harakah atau ideologi perjuangan.

“Jadi kita membela NKRI hanya karena kita orang Indonesia, mau nggak mau kita harus memperjuangkan sebagai tempat hidup kita. Bukan berangkat konsekuensi logis dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah yang mengharuskan gerakan untuk membela tanah air,” papar Kiai Mun’im.

Perjuangan santri jika dirunut ke belakang sebenarnya sampai pada perjuangan awal ulama-ulama Nusantara, tapi mengalami keterputusan. Mun’im mengutip perkataan Douwes Dekker, Kalau tidak ada semangat Islam di Indonesia, sudah lama nasionalisme (kebangsaan) yang sebenarnya lenyap dari Negeri ini.

“Kenapa seperti itu, hanya kalangan santrilah yang masih punya semangat kebangsaan. Di luar itu adalah didikan Belanda,” jelasnya. (Red: Fathoni)


Terkait