Solo, NU Online
Budayawan Emha Ainun Najib menerangkan, seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang manunggal kawula gusti. Yakni, pemimpin yang menyatu dengan Tuhan dan rakyatnya.
<>
“Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang manunggal kawula gusti. Kawula adalah rakyat dan gusti adalah Tuhan,” tuturnya saat mengisi ceramah di acara ‘Ngaji Bareng Cak Nun’ yang diselenggarakan Universitas Islam Batik (Uniba) Surakarta, Sabtu (7/5) malam.
Maksud dari konsep tersebut, menurut pria yang akrab disapa Cak Nun itu, artinya dalam dada, hati dan pikiran seorang pemimpin, hanyalah ada rakyatnya dan Tuhannya.
Selain itu, seorang pemimpin juga mesti punya rasa legowo, mau bersatu dan bekerja sama dalam membangun bangsa. “Jadi, capres-cawapres mulai saat ini haruslah sudah siap untuk saling memaafkan, legowo dengan siapapun yg terpilih nanti, dan mau bersatu, bekerja sama dalam membangun negara ini,” tegasnya.
Cak Nun kemudian mengutip perkataan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang pembahasan ukhuwah. Ukhuwah dibagi menjadi tiga macam, yakni ukhuwah basyariyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah islamiyah.
“Kalau dikaji dengan ilmu nahwu sharaf, islamiyah merupakan kata sifat dari ukhuwah. Kalau hanya diartikan sebagai hubungan antarsesama muslim saja maka kalimatnya ukhuwatul islamiyah, harus pake ‘al’. Jadi sejatinya ukhuwah islamiyah adalah kekuatan watak Islam, saling mengasihi tanpa memandang agamanya apa, golongan Islam yang mana, intinya tak pandang bulu dalam berbagi kemanfaatan,” tutur Cak Nun.
Dalam acara itu, selain mendengarkan tausiyah dari Cak Nun, jamaah juga disuguhi alunan musik dan shalawat yang dilantunkan Grup Kiai Kanjeng. (Ajie Najmuddin/Mahbib)