Jakarta, NU Online
Pria itu hanya mengenakan celana pendek. Tubuhnya berlumur cat tembok berwarna abu. Senin siang, pria tersebut melakukan aksi protes mengelilingi Istana Negara, Jakarta.
<>
Didampingi istrinya, Sri Bati dan cucunya yang masih berusia 2,5 tahun pria tersebut melakukan aksi protes dengan berjalan kaki dari kantor Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) menuju Istana Negara, Jakarta.
Hari Suwandi , warga korban lumpur Lapindo itu, melakukan aksi protes dengan berjalan kaki sejauh lebih dari 800 km dari Sidoarjo menuju Jakarta. 14 Juni 2012, Hari mulai berjalan kaki ditemani Harto Wiyono, yang mengendarai sepeda motor.
"Saya ini cuma warga korban lumpur Lapindo," ungkap Hari.
Aksi protesnya berjalan kaki mengelilingi Istana Negara ini bukan kali pertama. Sebelumnya, Hari pernah melakukan aksi protes dan orasi di depan Wisma Bakrie, bahkan bertemu dengan Wakil Ketua DPR Pramono Anung.
Menurut pria 44 tahun ini, ia melakukan aksi protes ini karena tak tuntasnya ganti rugi kepada warga korban lumpur Lapindo sesuai dengan Peta Area Terdampak, sesuai dengan Perpres 14 Tahun 2007.
"Permasalahan ini kan sudah enam tahun lebih, itupun tidak ada penyelesaian yang signifikan. Seharusnya kan penyelesaian ini pada 2008, tapi sampai molor empat tahun, inipun. Pemerintah tidak bertindak tegas untuk menekan perusahaan untuk secepat mungkin menyelesaikan permasalahan. Jadi intinya, memang sengaja dibiarkan oleh pemerintah untuk melakukan perjuangan sendiri menekan pihak perusahaan," ungkap Hari.
Hari mengakui hingga saat ini dirinya belum mendapat kejelasan apakah bisa bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono. Usahanya melalui Pramono Anung dan Sekretariat Negara belum membuahkan hasil.
"Saya sudah pernah diarahkan untuk menemui langsung staf khusus presiden tapi kalau gak ada perantara, saya rasa gak akan bisa. Saya berharap kalau memang juru bicara presiden itu mau menerima kami sesuai dengan pernyataan mereka, tolong hubungi saya," tutur Hari.
Hari mengakui, ia tidak akan pernah bosan melakukan aksi protes hingga permasalahan lumpur Lapindo selesai. Bahkan Hari bertekad akan terus bertahan di Jakarta dan melakukan aksi protes setiap hari hingga warga Sidoarjo mengontaknya dan mengatakan masalah ini sudah diselesaikan. Berpuasa pun tak menghalangi Hari untuk tetap melakukan protes.
"Saya gak perduli ini bulan puasa apa nggak, tapi kalau pemerintah terbuka mata hatinya, maka pemerintah pasti membuka jalan bagi saya," kata Hari.
Namun, ketika ditanya apakah ia ingin menemui Aburizal Bakrie, Hari secara tegas menolak.
"Yang jelas percuma ketemu dengan Aburizal Bakrie. Mereka bikin pernyataan tapi mengingkari. Suatu contoh, bahwa PT Minarak itu dikepalai oleh Andi Darusalam akan menyelesaikan sisa jual beli aset warga yang 80 persen pada pertengahan tahun 2012, tapi kenyataannya pada pernyataan mereka di bulan April, mereka belum mampu untuk menyelesaikan permasalahan ini. Saya sangat kecewa," aku Hari.
"Kalau ketemu ada penyelesaian, oke saya mau ketemu, tapi kalau hanya pernyataan, tidak mau," tambah Hari.
Suka duka berjalan kaki ke ibukota
Sebenarnya Hari membawa 'oleh-oleh' ke Jakarta, berupa lumpur. Sebelumnya, Hari berencana akan melumuri seluruh tubuhnya setiap melakukan aksi.
"Ini sih cat tembok. Saya bawa lumpur sebenarnya, tapi sudah kering," aku Hari.
Hari mengaku berjalan kaki ke Jakarta hanya berbekal uang Rp 50 ribu di kantong.
"Kebetulan ketika melakukan perjalanan kemarin itu saya bawa kaset isinya film dokumenter semburan lumpur Lapindo. Sisanya itu kami juga mendapatkan bantuan dari warga di tepi jalan ada yang kasih makanan, minuman, ada yang kasih uang," tambah pria yang beralamat lengkap di Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.
Perjalanannya menuju Jakarta pun bukan tanpa aral melintang. Ia sempat dicopet, hingga berjalan dengan kaki telanjang karena kehabisan sandal.
"Kami dari mulai dari Porong sampai di Bekasi itu kami sudah habis sandal delapan, dan nyampe Bekasi itu pun saya sudah kehabisan sandal," cerita Hari.
Sumbangan warga dan kebaikan hati para mahasiswa yang tergabung dalam beberapa organisasilah yang menyelamatkan dan membantu Hari hingga ia mampu mencapai ibukota.
"Selama perjalanan, yang kami singgahi adalah kawan-kawan mahasiswa seperti kawan-kawan dari PMII, HMI, dan GMNI," pungkas Hari.
Redaktur: Mukafi Niam
Sumber : Antara