Pengurus Besar Korps PMII Putri (Kopri) menggelar aksi damai menolak Trans-Pacific Partnership (TPP) di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (13/3). Organisasi semiotonom Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai TPP akan merugikan kaum perempuan.
Menurut Ketua PB Kopri Ai Rahmayanti, TPP secara spesifik memuat aturan mengenai liberalisasi yang bisa mengerdilkan masyarakat Indonesia, khususnya posisi perempuan.
"Posisi perempuan dalam menghadapi Trans Pacific Partnership Agrement dirasa cenderung akan sangat mengalami banyak dampak yang tidak menguntungkan," katanya.
Ai Rahma mejelaskan, kerugian diberlakukannya TPP dapat dilihat dari gambaran apabila dilaksanakannya perlindungan risiko nonkomersial bagi investor dan pelaksanaan hak istimewa bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
"Ini menjadi bentuk sistem pelemahan bagi bargaining position (posisi tawar) antara pelaku usaha dengan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan," tegasnya.
Dengan demikian, anjut perempuan kelahiran 1985 ini, investor dapat memilih proses penyelesaian sengketa di arbitrase internasional di mana hal ini bertentangan dengan aturan penyelesaian investasi yang diatur dalam Undang-undang.
"Dalam UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa antara Pemerintah dan investor dapat diselesaikan di wilayah hukum Republik Indonesia," tegasnya.
Dalam aksi yang diikuti oleh seluruh kader Kopri se-Indonesia ini, PB Kopri menyatakan penolakan terhadap TPP. "Kami dengan tegas menolak TPP, menolak negara di bawah kontrol korporasi dan mengingatkan kembali kepada Presiden Jokowi untuk meneguhkan Trisakti dalam bernegara dan cita-cita Nawacita," pungkasnya. (Isna W/Mahbib)