Melalui perwakilannya, Laksdya TNI Didit Herdiawan, Panglima TNI menyampaikan sambutan dalam kegiatan ”Tahlil Akbar untuk Pendiri Bangsa dan Pahlawan Indonesia” Kamis (24/11) malam di halaman Gedung PBNU, Jakarta Pusat.
Dalam pidato berdurasi tak kurang dari sepuluh menit itu, mewakili Panglima TNI, Didit menyampaikan menyambut baik kegiatan Tahlil Akbar. Kegiatan tahlil dapat dijadikan sebagai ajang untuk melestarikan semangat juang, patriotisme, nasionalisme, dan keteladanan para pendiri bangsa. Pendiri bangsa yang telah berjuang dalam menyatukan visi dan misi rakyat, didominasi oleh para ulama dan santri.
”Saya melihat kegiatan tahlil mengisyaratkan adanya benang merah dengan Pancasila,” kata Didit membacakan sambutan Panglima TNI.
Didit lalu meneruskan filosofi Pancasila dalam tahlilan dalam lima ilustrasi ilustrasi.
”Kita dapat melihat orang tahlil pasti membaca Surat Al-Ikhlas, yang berbunyi Qul huwa allaahu ahad(un), allaahu alshshamad(u), lam yalid walam yuulad(u), walam yakullahu kufuwan ahad(un). Dalam ayat tersebut ada sepotong kalimat yang artinya Ketuhanan yang Maha Esa, Tuhan yang hak (benar) adalah satu.”
Berikutnya, ”Siapa pun dalam suasana tahlil boleh datang, boleh ikut, tidak ada seleksi, tidak ada pertanyaan, bahkan nonmuslim pun boleh masuk, dan tidak ada yang dibeda-bedakan. Kelihatan bahwa Kemanusian yang adil dan beradab ada di sini.”
Ketiga, orang tahlil duduknya bersila, di mana tidak dibedakan duduknya antara seorang pejabat kaiai, santri, atau orang biasa. Semuanya bersila. Itulah Persatuan Indonesia yang terdapat dalam sila ketiga Pancasila.
Keempat, menjelang dimulai mereka mencari pemimpin. Maka terjadi musyawarah kecil untuk mencari pemimpin di dalam kegiatan tahlil. Setelah terpilih maju satu orang yang langsung memimpin kegiatan tahlil tersebut.
”Itulah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan perwakilan,” kata Didit yang untuk sekian kalinya disambut tepuk tangan hadirin.
”Kelima setelah melaksanakan kegiatan tahlil, semuanya alhamdulillah mendapatkan berkat yang sama. Tanpa ada perbedaan, baik tampilan dan isinya. Semuanya itu dituangkan dalam ’Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” (Kendi Setiawan/Abdullah Alawi)