Nasional

NU Jember Persoalkan Izin Usaha Pertambangan

Sabtu, 12 Januari 2019 | 01:30 WIB

NU Jember Persoalkan Izin Usaha Pertambangan

Aksi warga Jember menolak izin tambang di Silo.

Madiun, NU Online
Hari ini hingga Ahad (12-13/1) akan berlangsung bahtsul masail yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur. Kegiatan berlangsung di Pondok Pesantren Pesantren al-Falah, Madiun. 

Salah satu materi yang akan dibahas pada komisi qanuniyah adalah terkait izin usaha pertambangan. “Masalah ini diusulkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Jember,” kata Ustadz Ahmad Muntaha, Sabtu (12/1).

Seperti diketahui 23 April 2018 lalu, Menteri ESDM RI mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 1802 K/30/MEM 2018 tentang wilayah izin usaha pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus periode tahun 2018. 

“Dalam lampiran keputusan tersebut, disebutkan beberapa daerah atau blok yang akan ditawarkan atau dilelang eksplorasi pertambangannya,” jelas Sekretaris Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Uama (LBM NU) Jatim ini. 

Di antara wilayah yang disebutkan adalah blok Silo di Kabupaten Jember yang disebut-sebut mempunyai kandungan mineral logam yang berlimpah. Namun demikian, warga Silo sendiri sepenuhnya keberatan dengan eksplorasi tambang di wilayah tersebut.  “Mereka beralasan bahwa eksplorasi pasti berdampak pada kerusakan alam yang akan mereka rasakan jauh ke depan serta berpotensi besar menimbulkan kericuhan di masyarakat apabila dipaksakan,” jeas alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri ini. 

Secara regulasi, memang izin pertambangan takkan turun kecuali bila eksplorasi tersebut dinyatakan layak serta mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

“Akan tetapi dalam praktiknya di kemudian hari dampak kerusakan lingkungan relatif sulit dihindari sebab butuh biaya sangat besar untuk merestorasi kerusakan alam yang diakibatkan oleh proses pertambangan mineral,” terangnya. Dan warga cenderung tak berdaya apabila itu terjadi, lanjutnya. 

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan warga menolak eksplorasi tambang tersebut. “Penolakan itu dibuktikan dengan tanda tangan tokoh dan warga Silo secara umum dari berbagai desa yang berada di lokasi pertambangan,” ungkap Ustadz Muntaha. Dalam perjalanannya, Bupati Jember kemudian melayangkan surat keberatan atas keputusan menteri dimaksud. 

Persoalan ini menarik sebagai bahasan pada bahtsul masail. “Yang layak dibahas, apakah pemerintah mempunyai hak untuk memaksakan suatu kebijakan yang terkait dengan hajat hidup orang banyak?” katanya. Semisal pertambangan, tanpa meminta persetujuan dari masyarakat yang merasakan pengaruh negatif secara langsung dari kebijakan tersebut, lanjutnya.

Masalah ini juga akan dibahas dari sisi konsep fiqih. “Bolehkah pemerintahan daerah menggugat keputusan pemerintah di tingkat yang lebih tinggi dengan alasan bahwa keputusan itu dapat menimbulkan kericuhan di masyarakat,” tegas alumnus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini.

Yang juga dibahas adalah mana yang lebih wajib diutamakan. Antara menjaga lingkungan dari kerusakan dan eksplorasi lingkungan yang berpotensi mendatangkan keuntungan. 

“Sedangkan yang terakhir adalah apa saja kriteria yang ditentukan dalam fikih terkait eksplorasi pertambangan,” tandasnya.

Usulan masalah dari Jember ini juga akan melengkapi sejumlah persoalan yang akan dibahas sejumlah kiai dan utusan PCNU se-Jawa Timur. (Ibnu Nawawi)


Terkait