Nasional

Muslimat NU Soroti Persoalan Kemiskinan di Perdesaan

Sabtu, 25 Maret 2017 | 12:47 WIB

Bogor, NU Online
Jumlah warga miskin di daerah perdesaan menjadi sorotan dan fokus garapan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) dengan sejumlah perangkat organisasinya. Pasalnya, perbedaan atau disparitas jumlah warga miskin di perdesaan dibanding perkotaan sangat tinggi.

Agar lebih riil dan konkret dalam menyusun program, Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Muslimat NU menghadirkan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo, Sabtu (25/3) di Sentul, Bogor, Jawa Barat.

"Warga miskin di desa dua kali lipat dari jumlah warga miskin di kota. Jujur saya sampaikan kebanyakan adalah warga NU," ungkap Khofifah dihadapan 380 pimpinan nasional Muslimat NU dari 34 wilayah dan 180 cabang.

Dalam kegiatan bertema Satukan Langkah Membangun Negeri Menjaga NKRI itu, Khofifah memaparkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) September 2016, angka kemiskinan di kota mencapai 7,73 persen, dan di desa 13,96 persen. 

“Perbandingan ini tidak banyak berubah dibandingkan September 2015, di mana kemiskinan di kota mencapai 8,22 persen dan di desa 14,09 persen,” jelas Menteri Sosial RI ini.

Sedangkan pada Maret 2016, lanjut dia, disparitas kemiskinan masyarakat kota dan desa pun masih berbeda hampir dua kali lipat. Kemiskinan di kota mencapai 7,79 persen dan di pedesaan mencapai 14,11 persen.

Menurut Khofifah, hampir semua desa memiliki produk khas unggulan. Namun, karena minimnya modal, pengetahuan dan pendampingan menjadikan produk tersebut tidak dapat berkembang dan memiliki nilai jual yang rendah sehingga profit yang dihasilkan pun sangat kecil. 

"Mata pencaharian masyarakat desa mayoritas adalah pertanian. Konsep "petik, olah, kemas, jual" menurut saya sangat relevan untuk meningkatkan nilai jual produk sekaligus memberdayakan masyarakat desa," imbuh perempuan kelahiran Surabaya 51 tahun lalu ini.

Karena itu, lanjutnya, perlu pendampingan secara berkelanjutan dalam upaya mengentaskan masyarakat miskin pedesaan. Saat ini, Muslimat NU aktif membangun kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta agar seluruh program terlaksana dengan baik. 

Dengan perangkat organisasi Muslimat NU yang selama ini telah berjalan dengan baik, seperti Himpunan Daiyah Muslimat NU (Hidmat), Yayasan Kesejahteraan Muslimat NU (YKM NU), Yayasan Pendidikan Muslimat NU (YPM NU), dan Induk Koperasi Annisa (Inkopan) program pemberdayaan warga miskin di perdesaan bisa berjalan maksimal.

Pemberdayaan dana desa

Sementara itu, Eko Putro Sandjojo berupaya memanfaatkan forum Rapimnas untuk mengajak kader Muslimat NU ikut mengawasi pengeluaran dana desa. 

Tujuan pengawasan itu, menurut Eko, agar tidak terjadi penyelewengan dana. Sebab, Presiden Joko Widodo terus menaikkan anggaran yang diterima oleh Kementerian Desa dari tahun 2015 hingga di tahun depan nanti. 

“Dari tahun 2015 yang besarnya Rp 20,8 triliun naik menjadi Rp 46,96 triliun sekarang dinaikkan menjadi Rp 60 triliun dan tahun depan akan dinaikkan lagi oleh Bapak Presiden menjadi Rp 120 triliun," ujar Eko.

Dari nominal anggaran Rp 60 triliun yang diterima tahun ini, Kementerian Desa akan membagikannya ke 74.910 desa di Indonesia. Setiap desa akan mendapat anggaran sebesar Rp 800 juta atau lebih.

Disinggung soal pemberdayaan masyarakat desa, Mendes Eko mengatakan pemerintah bakal merealisasikan holding Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dengan membentuk holding BUMDes, maka masing-masing BUMDes akan mendapatkan pembinaan termasuk manajerial pengelolaan BUMDes. (Fathoni)


Terkait