Rabu, jam tiga sore Perpustakaan PBNU tampak lengang. Tampak dua pengunjung yang sedang membaca, Kepala Perpustakaan H Syatiri, dan pegawai yang sedang berkutat dengan kerjanya. Berbagai buku, dokumen-dokumen NU dan banom-banomnya memenuhi rak-rak buku yang berjajar, foto tokoh-tokoh NU terpasang ditembok dengan gagah.
Pelayanannya sangat ramah, pegawai perpustakaan yang dipimpin H Syatiri akan dengan senang hati membantu para pengunjung yang membutuhkan bahan-bahan tentang ke-NUan.
H Syatiri saat ditemui di ruangan yang dikelolanya, Rabu (8/2) mengatakan bahwa pengunjung yang datang ke perpustakaan adalah orang yang betul-betul mencari informasi tentang ke-Nuan di antaranya: peneliti, mahasiswa, dan ada wartawan. Karena menurutnya, sumber rujukan informasi tentang ke-Nuan yang cukup memadai dapat ditemukan di perpustakaan PBNU.
Sejak perpustakaan pindah secara fisik dari Kantor Lakpesdam NU di Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan pada tahun 2006, kini perkembangan koleksi perpustakaan sangat pesat. Dari 2500 koleksi tahun 2006, koleksi berkembang menjadi 9000 koleksi pada tahun 2012, dan pada tahun 2017 ini meningkat lagi mencapai 12000 koleksi.
Tapi peningkatan dan pengembangan Perpustakaan PBNU tidak berjalan mulus, karena persoalan terus menghampiri. Sebagaimana persoalan pendanaan yang diutarakannya.
Menurutnya, saat perpustakaan dikelola Lakpesdam, pendanaannya berasal dari Asia Foundation, tapi di tengah jalan bantuan untuk program pengembangan perpustakaan tersebut terhenti.
“Saya tidak tahu alasannya,” ujarnya.
Sejak pemutusan bantuan tersebut otomatis perpustakaan yang dikelolanya terkena dampak, tidak ada lagi biaya operasional.
“Sekarang belum bisa membeli buku baru secara rutin. Padahal buku-buku tentang ke-NUan, karya tokoh-tokoh banyak terbit setiap bulan,” imbuhnya.
Tapi H Syatiri tidak kehilangan akal demi berkembangnya Perpustakaan PBNU. Ia berinisiatif dengan cara memanfaatkan momen-momen tertentu, seperti menghadiri Kongres Muslimat November 2016 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta dan pameran NU Expo di Surabaya Desember 2016.
Tidak berhenti di pameran dan acara-acara seremonial, ia juga menjalin hubungan secara personal dengan para penulis, penerbit, dan pengamat untuk terus mengembangkan perpustakaan PBNU.
“Banyak yang men-support, banyak yang membantu,” ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya masih punya obsesi mengembangkan perpustakaan untuk dijadikan pilot project. Hal tersebut supaya bisa dikembangkan di perpustakaan wilayah, dan cabang NU. Perpustakaan masing-masing daerah nantinya memiliki khazanah ke-Nuan daerahnya, karya-karya ulama daerahnya, dan juga sejarah NU daerahnya.
“Itu yang masih sangat minim sekali, dan yang harus digarap NU di daerah-daerah,” tegasnya. (Husni Sahal/Alhafiz K)