Nasional

Memperbaiki Citra Islami Indonesia di Mata Dunia

Senin, 17 Desember 2018 | 15:00 WIB

Memperbaiki Citra Islami Indonesia di Mata Dunia

Ulil Abshar Abdalla di Banyumas

Banyumas,NU Online
Dalam satu kesempatan Ulil Abshar Abdalla bertemu dengan salah seorang warga negara Perancis. Pertemuan yang berlangsung di sebuah toko roti, saat itu Gus Ulil sedang bersantai sebelum menghadiri sebuah acara.  

Melihat dirinya berpakaian berbeda dari masyarakat Perancis pada umumnya memakai blangkon, orang tersebut mendatangi Gus Ulil seraya menanyakan asal negara Gus Ulil.  "Saya dari Indonesia," jawab Gus Ulil.

Setelah saling berkenalan dan ngobrol banyak tentang hal di akhir pembicaraan orang Perancis tersebut mengatakan suatu hal yang bikin Ulil Abshar merasa miris dan kaget. "Saya cinta Indonesia, tetapi saya benci Islam," katanya. 

Perkataan itu sontak membuat dirinya merenung panjang, ia merasa ada yang salah dengan citra Islam yang berkembang di masyarakat. Citra Islam yang Rahmatan Lil Alamin dan yang penuh dengan kasih sayang seolah sudah berubah menjadi Islam yang menakutkan. 

Citra Islam rahmah telah dibangun selama berabad-abad lamanya, sekarang berubah drastis karena hanya ulah segelintir orang. 

"Tantangan kita saat ini sebagian muslim ialah mengembalikan citra Islam ke aslinya. Kita sebagai umat Islam punya tanggung jawab untuk mengembalikan citra Islam ke Rahmatan Lil Alamin seperti yang diajarkan oleh Kanjeng Nabi," jelas Ulil di acara Kopdar Ngaji Ihya Ulumuddin di Banyumas, Kamis 13/12) kemarin. 

Dikatakan, umat Islam saat ini merasa dituduh gara-gara citra Islam yang buruk, lalu banyak orang  yang terkena kesan yang buruk mengenai Islam. Padahal, orang yang melakukan kesalahan jumlahnya kecil, tetapi bisa menutup kebaikan mayoritas. 

Gus Ulil kembali melanjutkan ceritanya saat di luar negeri, kali ini berasal dari Negara Swedia. Ia mengatakan bahwa ia memiliki seorang teman asal Aceh yang kini telah berkeluarga dan tinggal di sebuah komplek perumahan di Swedia. 

Swedia merupakan negara yang paling makmur di dunia, sehingga kehidupan warganya dibiayai oleh negara. Namun, tingkat individualisme di Swedia jauh lebih tinggi daripada di Indonesia, sehingga banyak orang yang merasa sendirian dan kesepian. 

Suatu hari, temannya yang datang dari Aceh tersebut berusaha memecah kebuntuan yang terjadi di sana. Ia nekat mengirimkan mie instan ke semua tetangganya yang tinggal di komplek tersebut. Dan tetangganya pun merasa kaget, karena baru seumur-umur mereka mendapat kiriman dari tetangganya. 

"Usai kejadian itu, kini suasana di komplek itu menjadi sedikit berubah, terasa lebih hangat dari sebelumnya," kata Gus Ulil menirukan ucapan temannya. 

Dari dua cerita di atas, lanjut menantu Gus Mus itu membuktikan bahwa tindakan-tindakan kecil apapun yang kita lakukan bisa merubah citra Islam yang berkembang di masyarakat.  "Itu adalah sebuah cerita yang bisa mengembalikan citra Islam yang sesungguhnya, Islam yang rahmah dan penuh kasih sayang," pungkas Gus Ulil. (Kifayatul Ahyar/Muiz


Terkait