Nasional

Mbah Hasyim sampai Gus Dur Minta Santri Pelajari Ilmu Agama dan Umum

Rabu, 8 Agustus 2018 | 10:15 WIB

Mbah Hasyim sampai Gus Dur Minta Santri Pelajari Ilmu Agama dan Umum

Ngaji Teknologi di Gedung PBNU, Rabu (8/8)

Jakarta, NU online
Pelibatan santri maupun Nahdliyin untuk mempelajari bidang di luar keislaman telah dipelopori pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, diteruskan oleh KH Wahid Hasyim dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Hal itu disampaikan Direktur NU Online, Savic Ali pada pada Ngaji Teknologi Santri ‘Pesantren’ dan Inovasi Teknologi di Ruang Perpustakaan PBNU, Rabu (8/8).

“Mukadimah Qanun Asasi, Kiai Hasyim Asy'ari tidak hanya bicara agama. Banyak sekali piagam NU yang membuktikan Mbah Hasyim punya concern besar tidak hanya pada persoalan agama, akidah, paradigma keislaman Aswaja, tapi kesadaran besar organisasi secara sosial. Bagaimana semuanya bersatu berkolaborasi kalau tidak ingin mudah tercerai berai dan pecah. Mbah Hasyim menekankan pentingnya mengatasi problem ekonomi selain pendidikan,” papar Savic.

Pada diskusi yang diselenggarakan Lakpesdam dan LTN PBNU ini, Savic menyebutkan KH Wahid Hasyim juga memperkenalkan pendidikan umum yaitu madrasah. Walaupun hal itu belum mampu ditangkap kiai di bawahnya, termasuk keluarga-keluarga NU yang hanya menekankan pentingnya belajar ilmu agama. 

Savic menyebutkan dalam keluarganya sendiri yang amat kental dengan tradisi NU, melarang salah satu adiknya ketika Savic mewacanakan adiknya tersebut untuk bersekolah di SMA umum bukan Aliyah. “Banyak di antara kita yang lupa dalam hidup ada ilmu lainnya yang dibutuhkan selain ilmu agama,” katanya.

Pada era 80 hingg 90-an, kata Savic, banyak generasi seperti dirinya sangat terbuka untuk mempelajari hal-hal selain keislaman. Hal itu tak lepas dari persentuhan pemikiran dengan Gus Dur. 

Savic  mengakui bahwa sudah pasti santri dan Nahdliyin fokus utamanya adalah belajar soal agama, sehingga dari mereka banyak lahir sebagai tokoh ahli agama. Kesadaran para santri dan Nahdlyin saat ini akan pentingnya penguasaan keilmuan di luar ilmu agama semakin tinggi. Apalagi dalam Islam disebutkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat untuk manusia lain.

“Pengetehuan dan kompetensi nggak cuma ilmu agama. Syaratnya adalah apakah lebih bermanfaat di jagat raya. Kita lihat Gus Dur ilmu sosial dan agama digabungkan,” kata Savic. 

Hanya saja, menurut Savic, NU belum belum mampu memecahkan berbagai masalah misalnya kemiskinan. Ada banyak problem yang tak terpecahkan, tetapi sudah banyak orang NU dan santri yang mempelajari hal-hal baru di luar persoalan keagamaan.

Menurut Savic persoalan tersebut tidak hanya dialami NU, namun Indonesia secara umum. Savic menyebut ada orang-orang yang memiliki kualitas kompetensi tak kalah dengan warga negara lain. Mereka lalu bekerja di luar negeri. Namun saat terpikir bagaimana mengabdikan ilmunya di Indonesia, mereka kebingungan karena iklim Indonesia memang belum mendukung.

Solusi atas hal tersebut, sambung Savic adalah dengan membiarkan sementara para tenaga ahli asal Indonesia bekerja di luar negeri, sambil dicari peluang bagaimana menerapkan keahlian mereka untuk digunakan di Indonesia. Savic menegaskan orang harus berada di tempat yang tepat untuk melahirkan kemanfaatan terbesar. (Kendi Setiawan)


Terkait