Makam Pangeran Sambernyawa, dari Tujuan Ziarah hingga Semedi
Sabtu, 29 Maret 2014 | 19:03 WIB
Karanganyar, NU Online
Dalam buku “Bukti-bukti Gus Dur itu Wali” (halaman28) disebutkan bahwa KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah meziarahi makam Eyang Gusti Aji di kaki Gunung Lawu. Makam tokoh ini dikenal sebagai tempat bersemedi kelompok abangan.
<>
NU Online pun bergegas mencari tahu keberadaan makam yang dikemukakan buku tersebut. Raden Mas Said merupakan nama kecil Eyang Gusti Aji yang juga dijuluki pangeran Sambernyawa. Beliau merupakan raja mangkunegaran I yang gigih melawan VOC.
Atas perjuangannya itu, ia mendapat julukan Sambernyawa dari gubernur VOC Nicolaas Hartingh, karena di dalam bertempur R.M Said bagaikan malaikat maut bagi musuh-musuhnya.
Sebelum sampai di Astana Mangadeg, Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, NU Online menjumpai tujuh mata air atau yang kerap disebut “sapta tirta” di jalan yang menghubungkan Kecamatan Karangpandan dengan Kecamatan Matesih.
Menurut Zarkowi, salah satu penduduk setempat, sapta tirta sendiri dahulu dikenal sebagai kawah candradimuka para prajurit Sambernyawa.
“Disini prajurit ditempa dan digembleng oleh Pangeran Sambernyawa sebelum melawan VOC. Para prajurit terlebih dahulu dimandikan di tujuh mata air ini sebelum berperang, yang mana masing-masing mata air mempunyai filosofi tersendiri,” ujarnya saat ditanya NU Online, Ahad (23/3).
Untuk dapat sampai di makam Eyang Gusti Aji atau Pangeran Sambernyawa, para peziarah harus berjalan kaki seperti menuju makam Sunan Muria, menanjak dan dikelilingi oleh hutan. Setibanya di gerbang, NU Online diminta oleh salah satu penjaganya untuk sowan terlebih dahulu kepada penerima tamu.
“Silahkan yang perempuan untuk kulonuwun (meminta izin) dahulu, karena untuk perempuan harus memakai jarik/tapih jika hendak berziarah sedangkan untuk pria bebas tapi sopan. Itu sudah aturan dari keratin,” ujar Harso salah satu penjaga makam.
Memasuki area pemakaman tampak puluhan rombongan peziarah yang sedang melantunkan bacaan dzikir dan tahlil. “Biasanya tempat ini ramai dijadikan tempat semedi jika malam hari, terlebih saat bulan Suro dan Ruwah atau malam Jumat,” imbuhnya.
Yang datang kemari, lanjut Harso, tidak hanya orang yang membaca tahlil saja. Namun juga mereka yang melaksanakan ritual untuk mendapatkan berkah melalui semedi atau dalam Islam dikenal dengan tafakkur.
Terlihat sebagian rombongan peziarah yang memakai jaket kulit serba hitam serta beberapa turis asing yang juga menuju makam. Makam Eyang Gusti Aji menjadi cermin penyatuan dari berbagai keragaman agama dan budaya yang hidup rukun saling berdampingan.
Bagi umat muslim makam tersebut adalah salah satu tujuan ziarah yang juga sering dihadiahi surah al-Fatihah oleh kalangan penganut tarekat. Bagi kaum abangan beliau adalah sosok raja sakti mandraguna yang diyakini kesaktiannya masih ada. Sedangkan bagi para turis makam tersebut merupakan obyek wisata sejarah yang menarik dan penuh unsur budaya serta seni di dalamnya. (Ahmad Rosyidi/Mahbib)
Foto: Gapura menuju Makam Eyang Gusti Aji