Nasional

Majelis Alumni IPNU Desak Penuntasan RUU KUHP

Ahad, 24 Maret 2013 | 02:05 WIB

Semarang, NU Online
Majelis Alumni mendorong percepatan dan penuntasan rancangan Undang Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang berbasis pada norma hukum yang hidup di tengah masyarakat Indonesia.<>

Demikian salah satu pokok pikiran yang menjadi pembahasan dalam  acara silaturrahim Nasional (Silatnas) Majelis Alumni IPNU di Semarang Jum’at-Sabtu (22-23/3).

Ketua Umum Presidium Majelis Alumni H Hilmi Muhammadiyah menilai KUHP merupakan produk Belanda dan bersumber dari tata nilai yang berbeda dengan tata nilai yang hidup di tengah masyarakat Indonesia sehingga sangat terlambat untuk segera diganti.

“Untuk itu Majelis Alumni IPNU mendesak segera penuntasan KUHP baru yang menyerap jiwa dan nilai yang hidup di tengah masyarakat, terkhusus norma dan hukum Islam yang terkait dengan aturan pemidanaan,” katanya yang didampingi sekjen presidium Asrorun Ni’am Sholeh.

Dalam konteks ini, tandasnya, Majelis Alumni IPNU mendorong pasal pemberatan hukuman terhadap pengedar dan bandar narkoba, miras, dan zat adiktif lainnya dalam rangka menjaga akal (hifzh al-‘aql) serta memberikan hukuman keras bagi penoda agama dalam rangka menjaga kesucian agama dan ajarannya (hifzh al-din).

“Termasuk juga pidana bagi pembunuh dan segala aktifitas yang mengancam jiwa, termasuk santet, sihir, tenung, dan aktifitas yang menjanjikan jasa untuk mengancam jiwa,  dalam rangka mengoptimalkan perlindungan terhadap jiwa (hifzh al-nafs),” tandas Hilmi.

Alumni IPNU juga mendorong penuntasan pasal pidana  pemerkosa, pelaku pelecehan seksual, dan pelaku perzinaan serta hidup bersama tanpa pernikahan dalam rangka menjaga keturunan yang sah ((hifzh al-nasl).

“Termasuk pula pasal tentang pelaku korupsi, kolusi, nepotisme, serta pencurian, baik terhadap kekayaan indivisu, korporasi, maupun negara, dalam rangka perlindungan terhadap harta (hifzh al-maal),”tambahnya.

Terkait persoalan internal NU, Majelis Alumni mendorong pemaknaan Khittah NU secara proporsional. Menurutnya, khidmah kader NU di berbagai bidang adalah sebuah realitas yang harus didukung, difasilitasi, didorong, dan disinergikan, agar senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai luhur NU serta dapat memberi manfaat secara optimal bagi NU dan bangsa. 

“Perbedaan lahan pengabdian, orientasi pilihan politik maupun peran sosial kemasyarakatan yang berbeda, serta khidmah di bidang-bidang lain harus dibaca sebagai sebuah kekuatan yang harus dirajut; bukan sebuah kelemahan, terlebih ancaman yang harus diberangus.”ujar Hilmi.

Majelis alumni menilai secara filosofis Khittah Nahdlatul Ulama 1926 yang diputuskan pada Muktamar di Situbondo, Jawa Timur, adalah upaya ulama untuk memosisikan Nahdlatul Ulama pada jalan yang benar dalam relasi negara dan agama. Khittah NU tidak serta merta mengharamkan partisipasi politik, termasuk poltik praktis. 

“Khittah NU justru menempatkan politik pada proporsinya, menjadi salah satu instrumen dan sarana khidmah untuk mengoperasionalisasi nilai dan tujuan NU dalam dunia nyata, melalui jalur politik. Pada saat bersamaan, jalur dakwah, pendidikan, dan sosial harus tetap didorong dan saling bersinergi.”terang Hilmi Muhammadiyah.

Sementara itu, agenda Silatnas  Sabtu (23/3) pagi adalah diskusi sosial politik dan keagamaan bersama politisi PPP Arwani Thamafi, Abdul hamid Wahid dan mantan ketua umum IPNU yang juga Bupati Banyuwangi Abdullah Aswar Anas. Kemudian dilanjutkan Diskusi Bidang Hukum dan ekonomi dengan nara sumber Arifin Hamid.

Usai itu, kegiatan yang mengambil tema konsolidasi generasi baru NU; memperkuat akar,mengokohkan khidmat, dilanjutkan pendalaman dan penyusunan rekomendasi silatnas kemudian  diteruskan dengan upacara penutupan pukul 12.00 WIB.




Redaktur     : A. Khoirul Anam
Kontributor : Qomarul Adib


Terkait