Nasional

Luapkan Jengkel terhadap Pencitraan Tokoh Masyarakat dengan Komik

Sabtu, 10 Juni 2017 | 20:02 WIB

Luapkan Jengkel terhadap Pencitraan Tokoh Masyarakat dengan Komik

Aji Prasetyo (www.duniaku.net)

Jakarta, NU Online 
Aji Prasetyo mulanya adalah seorang musisi. Dengan profesinya semacam itu ia kerap menyaksikan para tokoh masyarakat melakukan pencitraan di depan publik. Ia merasa apes karena punya kesempatan melihat keaslian mereka. 

“Aku jadi tahu siapa saja tokoh masyarakat yang hobi nongkrong di hotel mewah, apa merk whisky favorit mereka, bahkan siapa saja yang hobi main perempuan,” katanya ketika ditanya awal mula banting stir dari musisi ke komik. Penjelasan itu ia tuangkan di sebuah website buku yang menjual beberapa karya komiknya.  

Menurut Aji, awal menerjuni profesi sebagai musisi, pemandangan tokoh masyarakat itu, ia nikmati dengan berbagai pemakluman. 

“Tapi setelah perda larangan live music muncul, mendadak aku jadi sangat muak terhadap mereka. Bulan Ramadhan hanya menjadi ajang pencitraan. Bikin perda untuk mengatur moral, razia sana sini, padahal perilaku mereka sendiri ternyata jauh dari standar moral yang mereka terapkan kepada rakyatnya,” tambahnya. 

Akhirnya, ia memutuskan untuk meluapkan kejengkelan lewat coretan komik dan diupload di medso. Lantas lahirlah komik berjudul Ramadhan penuh Hikmah (2007) dan Setan Menggugat (2008). Dua komik pendek itu, yang kini telah diterbitkan dalam kompilasi Hidup Itu Indah (2010), dibuat di bulan Ramadhan.

Keduanya menjadi monumen awal mula peria kelahiran Pasuruan, Jawa Timur 1976 itu menerjuni dunia komik untuk mengkritik berbagai hal.

Pria yang kini menjadi salah seoran pengurus Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU itu melampiaskan kejengkelan melalui komik terhadap perilaku beragama yang merasa benar sendiri dengan mengkafirkan amaliyah warga NU, misalnya.

Komik itu ia beri judul “Apa Sih Maunya NU?” Komik itu ia sebarkan di media sosial. Kemudian tersebar dari grup satu grup lain di Watshapp dan media sosial lain. Komik itu pun ditanggapi komik juga oleh pihak yang merasa tersindir. Juga di media sosial. 

Komik itu dibuka dengan percakapan seseorang berpeci dan berpakaian putih, tapi mimik muka melotot dan menghujat. Ia berkata, “Ada apa dengan Banser NU?! Gereja dijaga, tapi pengajian dibubarkan. Ngaku Islam kok gitu.”

Perkataan itu ditanggap seseorang berbaju Jawa yang bahunya tersampir udeng-udeng hitam. Rambutnya gondrong dan berkacamata. Ia menanggapinya dengan muka santai sambil merokok. “Nah, opini macam begini harus dilurusin.”

Menurut pria gondrong itu, saat ini ada yang mengaku atau disebut ulama oleh pengikutnya, tapi perilakunya gemar mengkafirkan orang lain. Ulama tersebut menyebut tsunami Aceh karena warganya selalu bermaksiat. Tahlilan, ziarah, juga menjadi sasaran dia dengan menyebutnya bid’ah dan sesat. “Jangankan terhadap umat lain, sama sesama Muslim aja suka bikin sakit ati,” katanya. 

Kejengkelan-kejengkelan pria yang tinggal di Malang, Jawa Timur melalui komik itu telah membuahkan ratusan judul. Ia sebar gratis di media sosial. 

“Saya biasa menggratiskan komik-komik saya, sebagai cara saya menyebarkan propaganda perdamaian,” pungkasnya. (Abdullah Alawi)


Terkait