LBH GP Ansor: Revisi UU MD3 Buka Peluang Kriminalisasi Warga
Rabu, 14 Februari 2018 | 08:15 WIB
Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor (LBH GP Ansor) menanggapi Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Revisi UU MD3).
Pihak LBH GP Ansor menilai revisi UU MD3 jelas telah membuka peluang kriminalisasi oleh parlemen terhadap rakyat Indonesia yang diwakilinya. Di dalam revisi itu diatur mengenai tugas Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang salah satunya adalah mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang per orang, kelompok, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
“Tidak jelas yang dimaksudkan dengan ‘langkah hukum dan/atau langkah lain’ itu,’" kata Ketua LBH GP Ansor Abdul Qodir di Jakarta, Rabu (14/2) siang.
Pihak LBH GP Ansor secara tegas menolak aturan yang mengkriminalisasi warga negara.
“Dalam pandangan kami setiap warga negara berhak untuk memberikan kritiknya atas kinerja anggota dan lembaga DPR RI,” kata Ketua LBH GP Ansor Abdul Qodir di Jakarta, Rabu (14/2) siang.
Menurut Qodir, eskpresi dari masing-masing warga negara yang berbeda-beda retorikanya, terkait latar belakang pendidikan, tingkat ekonomi, dan sebagainya, tidak boleh dipandang sebagai bentuk “penistaan” terhadap anggota dan lembaga DPR RI, apalagi harus dijerat dengan hukum.
LBH GP Ansor memandang bahwa revisi UU MD3 justru perlu secara eksplisit mengatur tugas MKD untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap anggota DPR RI yang terbukti merendahkan martabat lembaganya.
“MKD setidaknya menyarankan anggota DPR RI yang terbukti melanggar kode etik untuk mundur demi menjaga muruah dewan,” kata Qodir. (Red Alhafiz K)