Nasional

Kiai NU kembali Isi Pengajian Ramadhan di Maroko

Senin, 13 Agustus 2012 | 07:23 WIB

Rabat, NU Online
Pengajian Ramadhan yang dikenal dengan “Durus hasaniyyah” sudah menjadi rutinitas Raja Maroko, Mohamed Sadis selama bulan Ramadhan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan kepada ulama dan ihya as-sunnah yang sudah dirintis ayahnya, Raja Hassan II sejak tahun 1963. 
<>
Tahun ini raja Maroko memberikan penghargaan kepada bangsa Indonesia dengan mengundang Tokoh NU yang menjabat sebagai Wakil Rais Syuriyah PWNU Jakarta KH Moh Hamdan Rasyid, MA. sebagai mustami’ yang dijadwalkan hadir mulai tanggal 4-11 Agustus 2012. Selain menjadi mustami’ ia juga diminta untuk mengisi ceramah di salah satu masjid di Maroko. Pada tahun 2010, Raja Maroko telah mengundang KH Said Aqil Siroj untuk memberikan ceramah dengan tema “Himayah al-din wal millah fi al-daulah al-dimukratiyyah”.

Sepanjang sejarah memang jarang sekali atau bahkan belum ada ulama-ulama timur yang diundang raja untuk menghadiri pengajian ini. Bahkan seperti Thailand, Malaysia, Brunei tidak diundang. Barangkali hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Dubes RI untuk Maroko KH Tosari Wijaya, bahwa Maroko dan Indonesia mempunyai kesamaan basis keagamaan.

Pengajian rutin yang diadakan Raja Maroko setiap bulan Ramadhan ini diisi oleh para ulama dalam dan luar Maroko. Ulama atau penceramah duduk di atas mimbar selama kurang lebih 45 menit, sementara Raja duduk di lantai. Hal ini menunjukkan simbol ketinggian ilmu dari pada kekuasaan. Pengajian tersebut selalu disiarkan oleh televisi dan radio setempat sehingga masyarakat dapat mengikuti secara langsung.

Pengajian ini biasanya diselenggarakan 2 kali dalam seminggu atau lebih yang bertempat di Istana Raja dengan berpindah-pindah dari satu istana ke istana yang lain diberbagai kota. Mengingat raja Maroko memiliki istana hampir di setiap kota. 

KH Moh Hamdan Rasyid yang juga menjabat sebagai ketua MUI DKI Jakarta itu sangat terkesan dengan pemerintah Maroko dalam hal ini Raja. Saat kami temui beliau mengatakan, “Yang perlu kita contoh sebagai bangsa Indonesia dari pemerintah Maroko ini adalah perhatiannya yang sangat tinggi kepada ulama dan mahasiswa”.

Selama seminggu berada di Maroko, Mantan pengurus IPNU pusat dan Lembaga Dakwah NU ini menyempatkan ziarah ke makam Syekh Tijani dan Ibnu al-Arabi, pemilik Ahkam al-Qur’an di kota Fes. Ia juga sempat berziarah ke makam raja Maroko, Hassan II di ibukota Rabat. Agendanya selama di Maroko sangat padat, mulai dari mengisi ceramah dalam acara buka bersama dengan mahasiswa Indonesia, menjadi penceramah pada acara peringatan Nuzulul Qur’an di KBRI Rabat, menghadiri undangan masyarakat Maroko, hingga mengikuti acara “Lailatul Qur’an” yang diselenggarakan kementerian wakaf dan urusan Islam Maroko yang diikuti oleh ulama dari belahan dunia. 

Dalam sambutannya ketika mengisi ceramah di KBRI Rabat, yang bertema “Dengan semangat Nuzulul Qur’an kita maknai kemerdekaan RI” beliau mewanti-wanti kepada para mahsiswa yang sedang menempuh studi Islam di Maroko, agar jangan sampai ketika pulang ke tanah air menjadi musuh pemerintah RI. Artinya supaya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan pemerintah seperti mengusulkan Indonesia untuk menjadi negara Islam, sebagaimana HTI. “NKRI adalah harga mati bagi umat Islam, hal ini sudah menjadi keputusan Muktamar NU” ungkapnya.



Redaktur     : Mukafi Niam
Kontributor : Muannif Ridwan 


Terkait