Nasional

Kiai Ma’ruf Sebut Perangi Kelaparan Bisa Fardhu ‘Ain Jika...

Senin, 7 Mei 2018 | 19:00 WIB

Banjarbaru, NU Online
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengatakan, menghilangkan perkara kelaparan yang mendera umat hukumnya adalah fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Namun, jika tingkat kelaparan sudah pada titik yang mengkhawatirkan maka hukum menghilangkan persoalan kelaparan menjadi fardhu ‘ain (kewajiban individu).

“Bukan hanya kelaparan yang menimpa Muslim, tapi juga Non-Muslim, dzimmi misalnya,” kata Kiai Ma’ruf dalam sambutannya pada acara Ijtima’ Ulama MUI di Banjarbaru, Senin (6/5).

Berdasarkan Global Hunger Index (GHI) 2017, tingkat kelaparan Indonesia masih berada pada level yang serius. Menurut data GHI, Indonesia menempati peringkat 72 dari 119 negara yang disurvei terkait dengan tingkat kelaparan suatu bangsa. Dilaporkan juga bahwa sekitar 19 juta warga negara Indonesia masih kekurangan gizi. Bahkan, dua hingga tiga dari 100 anak meninggal dunia sebelum mereka berusia lima tahun.

Rais Aam PBNU ini menyebutkan, umat Islam di Indonesia adalah mayoritas, namun sebagian besar mereka berada di bawah garis kemiskinan. Akibatnya, mereka kesusahan untuk mengakses fasilitas pendidikan, kesehatan, dan lainnya.

Oleh sebab itu, lanjut Kiai Ma’ruf, MUI terus menerus membangun gerakan arus baru ekonomi umat. Yakni, melakukan pembangunan dan perbaikan ekonomi dari tingkat bawah, bukan dari atas. Seperti membangun warung waralaba yang berbasis kepada umat.

Kiai Ma’ruf menambahkan, ada tiga alasan mengapa MUI mengambil peran dalam persoalan ekonomi. Pertama, masalah riil. Persoalan ekonomi umat adalah persoalan yang betul-betul terjadi. Umat membutuhkan uluran tangan untuk meningkatkan ekonomi mereka.

Kedua, tanggung jawab kebangsaan. Salah satu peran MUI adalah sebagai mitra pemerintah. Sebagai mitra, maka MUI juga harus ikut serta dalam menyelesaikan persoalan yang mendera rakyat negara ini.

“Ketiga, tanggung jawab keagamaan. Menghilangkan kelaparan (kemiskinan) yang belum tingkat bahaya itu fardhu kifayah. Kalau sudah tingkat bahaya, maka hukumnya fardlu ain,” terangnya. (Muchlishon)


Terkait