Purwakarta, NU Online
Problematika hukum Islam yang berkembang di tengah masyarakat semakin kompleks. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi sosial keagamaan terus berupaya memberikan solusi terhadap problematika tersebut dengan memperkuat forum Bahtsul Masail.
Terkait keberadaan Bahtsul Masail, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ma’ruf Amin menceritakan pertama kali tradisi akademik dalam pengambilan hukum di lingkungan NU itu terbentuk sebagai lembaga.
“Dulu bernama lajnah bahtsul masail, jadi kalau ada perlu-perlu, kita bahtsul masail. Tapi karena banyaknya masalah yang terhimpun, akhirnya Bahtsul Masail itu dilembagakan, resmi dilembagakan menjadi Lembaga Bahtsul Masail,” ujar Kiai Ma’ruf, Jumat (10/11).
Hal itu dia sampaikan ketika memberikan pengarahan dan taushiyah kepada para peserta Bahtsul Masail Pra-Munas dan Konbes NU 2017 di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta, Jawa Barat.
Ketika Munas NU di Lampung tahun 1992, Kiai Ma’ruf sebagai Katib Aam menyampaikan kepada KH Ali Maksum terkait banyak persoalan yang mengalami tawaquf (tertunda, penundaan) karena belum ketemu qaul-nya.
“Kiai Ali maksum meminta coba carikan jalannya, waktu Munas Lampung, kita memulai pembahasan itu tidak hanya pembahasan waqi’iyah, tetapi juga maudluiyah. Salah satu pembahasan maudluiyah waktu tentang sistem pengambilan keputusan di lingkungan NU,” terang Ketua Umum MUI Pusat ini.
Menurutnya, langkah tersebut bukan hal baru, tetapi justru mengembalikan yang ada di dalam NU, artinya manhaj dalam rangka mengembalikam model di NU yang tadinya hanya sebatas bermadzhab secara qauli, tetapi juga manhaji.
“Sehingga lahirlah fiqih manhaji,” terang Kiai Ma’ruf. (Fathoni)