Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, ketika Islam datang ke Nusantara, ia masuk ke dalam tradisi, budaya dan negara yang sudah ada. Kehadiran Islam tidak merusaknya, tapi memperkaya dan menyempurnakannya.
<>
Menurut kiai yang disapa Kang Said, hal itu dilakukan dengan proses yang panjang dalam beberapa genarasi. Tak heran kemudian, Islam diterima masyarakat setempat. Setelah diterima, Islam membentuk sistem sosial, ekonomi, dan negara berupa kesultanan.
“Tradisi itulah Islam Nusantara, Islam yang melebur dengan budaya setempat,” katanya pada “Istighotsah menyambut Ramadhan 143 H dan Pembukaan Munas Alim Ulama” di Masjid Istiqlal, Jakarta, (14/6).
Ia menambahkan, ketika kolonialisme sangat mengenaskan tradisi, manuskrip, benda sejarah Islam Nusantara dijarah mereka dan mengganti pemerintahan. Karena itulah ulama dan para santri menolak mereka mulai dari sistem sekolah, sampai menolak dengan dengan senjata.
“Sebagai puncaknya saat diserukan KH Hasyim Asy'ari melalui Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945,” jelasnya. Menurut dia, tanggal 22 Oktober adalah peristiwa heroik yang mengantar 10 November 1945 yang kemudian dijadikan Hari Pahlawan.
Karena itulah, dia mengusulkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional sebagaimana diwacanakan selama ini.
Islam yang tidak merusak tradisi yang sudah ada, ditunjukkan Ketua Umum Gerakan Pemudan Ansor H Nusron Wahid yang menyampaikan sambutan panitia pada kesempatan itu.
Nusron mengajak ribuan Nahdliyin di masjid Istiqlal untuk membacakan dua kali Umul Kitab, surah Al-Fatihah.
Pertama, ia mengajak membacakan Al-Fatihah pada pahlawan-pahlawan yang sudah mendahului seperti Bung Karno, KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, KH Abdurrahman Wahid.
Kedua, ia mengajak membacakannya kepada untuk Presiden Joko Widodo yang hadir pada kesempatan itu agar bisa menjalankan pemerintahan dengan baik, membawa kemaslahatan rakyat indonesia. (Abdullah Alawi)