Islam dan Muslim memiliki makna berlainan. Islam itu penuh kerahmatan, kedamaian, dan keindahan. Sementara Muslim adalah pemeluk agama Islam yang belum tentu memiliki makna sebagaimana Islam itu sendiri.
“Namanya juga penganut, ada saja yang tidak bersesuaian dengan yang dianutnya. Bisa karena ilmunya kurang, atau boleh jadi nafsunya yang kebablasan,” terang KH Nurul Huda melalui akun Facebook pribadinya pada Senin pagi (16/1).
Dia menambahkan, Muslim itu ada yang merahmati, tapi ada juga yang suka mencaci. Sebagian Muslim mendamaikan, tetapi ada juga yang menghinakan. Ada Muslim yang suka keindahan, ada pula yang suka keburukan.
“Ini soal pilihan. Kamu pilih jadi Muslim pengasih atau pencaci? Atau mau sepakati saja, yang pencaci tidak usah disebut Muslim? Tapi KTP-nya kan Islam?” kata pria yang akrab disapa Kiai Enha.
Menurutnya, Islam itu isim masdar, sedangkan Muslim isim fa’il. Islam tak pernah berubah sejak dulu. Islam melanglang buana melintasi benua. Di Arabia, Eropa, Afrika, Britania, Amerika, Asia, dan Nusantara. Semua dapat menerima dengan indah.
Namun, lanjut Kiai Enha, Muslim adalah subjek. Ia sangat dipengaruhi lingkungan sekitar, pengalaman, dan keilmuannya.
“Saya kehabisan alasan atas perilaku sebagian Muslim yang masih senang mencaci, mengadu domba, dan merasa paling hebat di atas jagat!” tutup pemilik Istana Yatim Setu, Bekasi, Jawa Barat itu. (Aru Lego Triono/Abdullah Alawi)