Islam masuk ke bagian timur Indonesia bagian selatan, Merauke, Papua, sekitar tahun 1800-an oleh orang-orang Nusantara bagian barat. Mereka adalah orang Jawa, Timor, Banjar, Makassar, Minangkabau, Key (Maluku), Selayar (Sulawesi), dan Malayu. Menurut Ketua Majelis Muslim Papua Cabang Merauke Abdul Awal Gebze, diperkirakan Islam diperkenalkan kepada suku Marind (penduduk asli Merauke) sekitar 1884.
“Menurut beberapa tokoh Marind, sekitar abad ke-18, datanglah delapan orang musafir dengan menggunakan perahu layar di pantai selatan Papua di kampung-kampung pesisir daerah Okaba,” ungkapnya kepada tim Ekspedisi Islam Nusantara, Sabtu (21/5) di Majelis Ta’lim Baitul Animha, Merauke.
Musafir-musafir tersebut, kata Katib Syuriyah PCNU Merauke ini, tidak datang berbarengan, tapi dengan kelompok sendiri-sendiri dan di waktu yang berbeda. Tapi kemudian karena sama-sama telah menganut agama Islam, mereka kemudian memperkenalkannya kepada suku Marind.
Tujuan mereka awalnya adalah mencari burung cenderwasih, tapi kemudian menikahi perempuan Marind. Istri-istri mereka kemudian diajak menjadi pemeluk ajaran Islam. Mulailah Islam disebarkan.
Awal merinci, Saigiman Winoto (Jawa) menikah dengan perempuan Marind yang kemudian dikenal Maimunah Mayo Walinaulik. Lakeka (Timor, Kupang) menikah dengan Kalsum Kulle Ayade Gebze. Ibrahim (Banjar) menikah dengan Rabiah Wepib Gebze. Abdul Manaf (Selasyar, Sulawesi Selatan) menikah dengan Jahara Namo Wekal Mahuse.
Kemudian Salim (Sumatera Barat) menikahi Salma Kulib Basik-basik. Panggawa (Key, Maluku) menikahi Patan Wepib. Kasim (Selayar, Sulawesi Selatan) menikahi Maimunah Mabol Bilukande, dan Saleh (Melayu) menikahi janda Salma Kulib Basik-basik.
Catatan tersebut, menurut Awal, ada dalam buku “jejak Misionaris di Papua Selatan” yang ditulis Pastor Van Viegen pada tahun 1909. (Abdullah Alawi)