Jombang, NU Online
Wakil Ketua PWNU Jawa Timur KH Abdurrahan Navis merinci tantangan besar dihadapi Nahdlatul Ulama pada “Workshop revitalisasi organisasi dan struktur menuju konsolidasi pergerakan” yang diselenggarakan PCNU Jombang di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Senin (25/11).
<>
Menurut dia perkembangan gerakan Islam transnasional mengancam warga NU. Demikian juga ekspansi gerakan sosial dan politik dalam kantong NU. Hal itu dihadapkan juga dengan besarnya angka kemiskinan warga Nahdliyin, khususnya di pedesaan.
“Ini juga diperparah dengan rendahnya tingkat pendidikan serta kesehatan warga nahdliyin, khususnya di pedesaan,” terangnya.
Pada kegiatan yang diikuti pengurus lembaga, badan otonom serta lajnah dan sejumlah pesantren di PCNU Jombang, Kiai Navis juga memaparkan kondisi internal di jam’iyah seperti tata kelola organisasi yang masih lemah, program kerja belum terukur dengan baik, mekanisme organisasi belum berjalan dengan optimal. “Demikian juga belum terjadi kesatuan gerak langkah antar lembaga NU,” tandas Direktur PW Aswaja NU Center Jawa Timur ini.
Hal lain yang menjadi catatan Kiai Navis adalah wibawa organisasi yang mengalami kekalahan dibandingkan wibawa kekuatan personal. “Sehingga banyak kebijakan organisasi yang ternyata harus tunduk kepada haibah atau kewibawaan seseorang dan mengalahkan kebijakan organisasi,” terangnya.
Catatan Kiai Navis selanjutnya godaan politisasi NU masih sangat kuat. “Demikian juga sering muncul aspirasi warga NU yang tidak bisa diakomodasi akibat dari kaderisasi yang tidak tertangani secara organisatoris,” lanjutnya.
Sebagai solusi, Kiai Navis memberikan formula untuk menyelesaikan persoalan tersebut dengan revivalisasi organisasi. “Hal ini bisa dilakukan dengan mengambil pesan dari Surat Yunus ayat 18 dan az-Zumar ayat 43 hingga 44,” katanya. Dalam ayat itu disampaikan bahwa indikasi keimanan adalah dengan beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, serta beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.
Implementasi dari iman kepada Allah adalah ketaatan kepada top manajer yang direpreseantasikan dalam jajaran kepengurusan harian yakni syuriah dan tanfidziyah. “Iman kepada malaikat berarti adalah keberadaan staf yakni lajnah, lembaga dan badan otonom,” ungkapnya. “Sedangkan iman kepada kitab memberikan pesan bahwa semua pengurus harus taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU,” lanjutnya.
Iman kepada rasul menurut Kiai Navis bermakna harus ada humas atau juru bicara. Sedangkan iman kepada hari akhir memiliki pesan harus ada evaluasi atau pertanggung jawaban akhir jabatan . “Dan iman kepada qadar bermakna bahwa di NU harus ada perencnaan dan program kerja,” ungkapnya.
Pada kegiatan yang berlangsung sehari penuh ini juga menghadirkan Rais PWNU Jawa Timur, KH Miftachul Akhyar untuk menyampaikan materi “Semangat Resolusi Jihad dan Khittah NU 1926 menuju Soliditas Gerakan dan perjuangan NU Kedepan.” (Syaifullah/Abdullah Alawi)