Nasional

Ini Kriteria Ketum PBNU dan Rais Aam Menurut PCNU Sarolangun Jambi

Kamis, 26 Februari 2015 | 08:02 WIB

Jakarta, NU Online
Menjelang Muktamar ke-33 NU di Jombang Jawa Timur awal Agustus 2015 mendatang, NU cabang dan wilayah di seluruh Indonesia telah ramai menyuarakan hajatan besar lima tahunan tersebut. Suara-suara yang muncul terkait dengan harapan peyelenggaraan muktamar hingga pada kriteria calon ketua tanfidziyah dan syuriah periode berikutnya.<>

Ketua PCNU Sarolangun Provinsi Jambi, Drs H Ahmad Zaidan (54) mengemukakan beberapa kriteria Ketua Umum PBNU dan Rais Aam untuk periode kepemimpinan mendatang dalam Muktamar tersebut.

“Bagi saya, Rais Aam itu laksana Raja dalam pemerintahan. Dalam tradisi NU, sudah pasti di harus seorang kiai yang ‘alim, pintar, berilmu, organisatoris, dan mempunyai kharisma,” ujar Zaidan saat berkunjung ke Redaksi NU Online, Kamis (26/2) di Jakarta.

Diterangkannya, kaharisma yang dimaksud yakni mempunyai wibawa dalam kepribadiannya dan tidak memihak siapapun atau netral dalam pemilihan ketua tanfidziyah.

“Sedangkan Ketum PBNU seperti perdana menteri, dalam NU selain dia seorang kiai, juga mampu berkomunikasi dengan semua pihak,” ucap Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Kabupaten Selangun Jambi ini.

Dia menambahkan, mampu berkomunikasi dengan semua pihak artinya ketua tanfidziyah harus mampu mengelola organisasi dan memberdayakan potensi NU yang ada sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

“Oleh sebab itu, dia harus fokus di organisasi, bukan politisi ataupun mantan politisi,” tegasnya.

Terkait dengan tempat penyelenggaraan muktamar, alumni Fakultas Ushuluddin IAIN Jambi ini, sebetulnya lebih setuju jika muktamar dilaksanakan di luar Jawa.
 “Jombang baik, karena di situ tempat lahirnya NU, tetapi saya dan tentunya pengurus NU di daerah cenderung setuju kalau di luar Jawa untuk mensyiarkan NU ke berbagai daerah,” tuturnya.

Jika muktamar NU diselenggarakan di luar Jawa, tambahnya, lebih bisa membangkitkan semangat kawan-kawan dalam mengabdi di NU. “Saya pikir kalau mukatamar dilaksanakan di Jawa, itu sudah biasa lah,” ujarnya sambil terkekeh.

Lebih jauh, harapannya, tempat penyelenggaraan muktamar untuk lima tahun ke depan kalau bisa ditetapkan secara bulat sehingga semua daerah mendapat kesempatan menjadi tuan rumah.

Dia menambahkan, sebenarnya kader-kader NU dan pengurus di daerah menginginkan input sumber daya yang mengarah pada pemberdayaan umat secara ekonomi. “PCNU dan PWNU yang mempunyai program bagus, silakan dikemukakan di muktamar sebagai ‘oleh-oleh’ untuk kami kembangkan, entah itu berupa koperasi, BMT, KBIH, keterampilan usaha, dan lain-lain,” pungkasnya. (Fathoni)


Terkait