Nasional

Imam Besar Istiqlal: Jika Terorisme Tak Dicegah, Keturunan Kita Tanggung Derita

Kamis, 27 September 2018 | 07:30 WIB

Belitung, NU Online 
Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, KH Nasaruddin Umar, hadir sebagai pemateri di kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Kabupaten Belitung,  Bangka Belitung, Kamis (27/9). Kepada peserta kegiatan disampaikan pencegahan terorisme yang dilakukan saat ini memiliki manfaat jangka panjang menyelamatkan masa depan bangsa.   

"Jika tidak sekarang kita bergerak (mencegah), anak cucu keturunan kita yang akan menderita. Pertaruhan dari perang melawan terorisme ini adalah masa depan bangsa ini," kata Nasaruddin tegas. 

Mustasyar PBNU ini mengingatkan, perang melawan terorisme adalah bagian dari jihad yang sebenarnya, karena kejahatan itu mengatasnamakan agama sebagai tamengnya. "Kita tentu tidak rela agama yang kita yakini kebenarannya disebut mengajarkan terorisme," tambahnya. 

Meskipun berbicara di hadapan penyuluh dari berbagai agama, Kiai Nasaruddin mencontohkan bagaimana agama tidak mengajarkan terorisme berdasarkan sudut pandang Islam. Dikataknnya, secara harfiah Islam sudah memiliki arti damai, sehingga sangat tidak masuk akal jika Islam dikambinghitamkan sebagai agama yang membenarkan adanya aksi terorisme. 

"Tidak hanya Islam, saya yakin semua agama tidak membenarkan terorisme. Terorisme adalah kejahatan kemanusiaan, dan tugas bapak ibu sebagai mubalig untuk menyuarakannya ke masyarakat," tegas Kiai Nasaruddin.

Sebagai penguat pernyataannya, mantan Wakil Menteri Agama ini menyampaikan, 6.666 ayat Al-Qur'an jika disarikan hanya terdiri dari 7 ayat di surat al-Fatihah. Jika disarikan lagi ada di ayat pertama, basmallah, dan akan semakin sempit menjadi 2 kata jika disarikan ulang. 

"Dua kata itu adalah rahman dan rahim, pemurah, kasih sayang. Dua kata itu dalam bahasa arab berasal dari kata dasar yang sama, artinya cinta. Bagaimana mungkin kemudian Islam dengan Al-Qur'annya disebut membenarkan terorisme," urai kiai asal Sulawesi Selatan ini. 

Dalam paparannya Kiai Nasaruddin mengingatkan, tugas pencegahan terorisme tidaklah mudah. Mubalig harus terus mengasah kemampuan dan memperdalam pengetahuan, karena jaringan pelaku terorisme tak jarang mengadu domba antaragama untuk mencapai tujuan penyebarluasan ajarannya. 

"Islam yang mayoritas jadinya pelindung. Berikan jaminan minoritas dapat mengamalkan agamanya dengan baik. Kemampuan menjaga harmoni antarumat beragama akan menjadi benteng terhadap masuknya radikalisme dan terorisme," tutupnya. 

Kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Kabupaten Belitung terselenggara atas kerjasama BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Bangka Belitung. Kegiatan yang sama sudah dan akan dilaksanakan di 32 provinsi se-Indonesia sepanjang tahun 2018. (shk/shk/Abdullah Alawi)


Terkait