Nasional

Ijtima Ulama Komisi Fatwa Wajibkan Ukhuwah di Tengah Kemajemukan

Kamis, 7 Juni 2018 | 00:30 WIB

Jakarta, NU Online
Kemajemukan selain bisa menjadi kekuatan bangsa, juga berpotensi menjadi kelemahan yang laten. Oleh karenanya, diperlukan upaya sungguh-sungguh dari berbagai pihak untuk menjaga harmoni dan kerukunan yang selama ini telah terbangun, sehingga terhindar dari munculnya konflik dan perpecahan bangsa.

Demikian Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indoneaia VI Tahun 2018 di Banjarbaru pada 9 Mei 2018 tentang Masalah Strategis Kebangsaan dalam rilis yang diterima NU Online, Kamis (7/6). Dalam rilis yang ditandatangani Ketua Sidang Pleno, Asrorun Niam Sholeh tersebut, disebutkan Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, baik suku, ras, budaya maupun agama. Karenanya bangsa Indonesia sepakat untuk mengidealisasikan bangsa ini sebagai sebuah bangsa yang majemuk tetapi tetap satu, dengan semboyan bhinneka tunggal ika. Dalam sebuah negara yang majemuk, adalah tidak mudah dan juga tidak murah untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, karena masing-masing kelompok memiliki kepentingan dan aspirasi yang bervariasi, yang bisa menimbulkan konflik.

Kemajemukan selain bisa menjadi kekuatan bangsa, juga berpotensi menjadi kelemahan yang laten. Diperlukan upaya sungguh-sungguh dari berbagai pihak untuk menjaga harmoni dan kerukunan yang selama ini telah terbangun, sehingga terhindar dari munculnya konflik dan perpecahan bangsa.

Oleh karenanya, semua pihak dan komponen bangsa ini harus senantiasa dengan penuh kesadaran menjaga hubungan persaudaraan yang rukun antar sesama Muslim (ukhuwah islamiyah), antarsesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah), dan antarsesama manusia (ukhuwah insaniyah).

Terkait dengan ukhuwah islamiyah, disampaikan merupakan manifestasi dari ikatan persaudaraan yang harmonis antarsesama Muslim. Perbedaan di antara umat Islam yang termasuk dalam katagori wilayah perbedaan (majal al-ikhtilaf) harus ditoleransi dan diupayakan terjadinya titik temu untuk keluar dari perbedaan (al-khuruj min al-khilaf).

Perbedaan yang berada di luar majal al-ikhtilaf dipandang sebagai  penyimpangan yang harus diluruskan, sebelum dilakukan penindakan secara hukum menurut perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, negara wajib menjamin umat Islam untuk menjalankan ajaran agamanya dan melindungi kemurnian agamanya dari setiap upaya penodaan agama.

Berikutnya, ukhuwah wathaniyah disebutkan sebagai sesama warga bangsa, setiap penduduk Indonesia diikat dengan komitmen kebangsaan, sehingga harus hidup berdampingan secara damai dan rukun sebagai sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah) dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebangsaan yang telah menjadi kesepakatan bersama.

Pancasila sebagai dasar, falsafah dan ideologi berbangsa dan bernegara merupakan tali pengikat seluruh warga bangsa dalam menjalin relasi antarsesama warga bangsa. Pancasila bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Orang yang menegakkan nilai-nilai Pancasila sudah selayaknya menjadi orang yang mempunyai komitmen tinggi terhadap penegakan nilai-nilai keagamaan.

Setiap warga negara mempunyai posisi yang sama di dalam konstitusi negara. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, posisi antarsesama warga sebagai bagian warga bangsa terikat oleh komitmen kebangsaan, sehingga harus hidup berdampingan secara damai dan rukun dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Dalam hal kerukunan antarpemeluk agama, Islam mengakui eksistensi agama lain tanpa mengakui kebenaran ajaran agama tersebut, sebagaimana pada masa Nabi Muhammad saw juga diakui eksistensi agama selain Islam, antara lain Yahudi, Nasrani, dan Majusi. 

Adapun terkait ukhuwah insaniyah, terdapat tiga poin penting. Pertama, sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan orang lain untuk berinteraksi dalam menjalani kehidupannya. Persaudaraan antar sesama manusia (ukhuwah insaniyah) merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan dalam kehidupan di dunia ini.

Kedua, umat manusia diciptakan oleh Allah SWT terdiri dari berbagai ras, bangsa,  suku, adat istiadat, dan berbagai kelompok agar saling mengenal dan  memahami, sehingga terjalin interaksi dan hubungan yang baik antar mereka. Dengan demikian, akan terwujud kedamaian dunia dan persaudaraan sesama umat manusia.

Ketiga, ukhuwah insaniyah dapat menjadi pendorong terjadinya tolong menolong antarsesama umat manusia tanpa memandang perbedaan ras, etnis, suku, bangsa, agama dan kelompok. Upaya tolong-menolong antar sesama manusia tidak layak dan tidak patut dijadikan gerakan terselubung memurtadkan umat Islam. (Red: Kendi Setiawan)


Terkait