Nasional

Foto yang Disangka Mbah Sholeh Darat Selama Ini Ternyata Keliru?

Ahad, 6 Maret 2016 | 01:12 WIB

Foto yang Disangka Mbah Sholeh Darat Selama Ini Ternyata Keliru?

Foto yang selama ini diyakini sebagai gambar wajah KH Sholeh Darat as-Samarani

Jakarta, NU Online
Bagi kalangan santri atau pemerhati Islam di Nusantara, nama KH Sholeh Darat as-Samarani tentu tidak asing. Guru pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dan pendiri Nahdlatul Ulama KH Muhammad Hasyim Asy’ari ini dibincangkan banyak kalangan, dikutip pendapat-pendapatnya, dan ditulis kiprah dan jasa-jasanya.

Mbah Sholeh Darat, demikian ia biasa dipanggil, selalu digambarkan dengan sosok berkacamata, mengenakan sorban putih di kepala, dan memakai baju hitam. Hal itu tampak dari foto Mbah Sholeh Darat yang dipasang di sejumlah situs di internet. Dengan mengetik kata kunci “sholeh darat” pada mesin pencarian Google, peselancar dunia maya akan disuguhi foto hitam-putih tersebut di deretan pertama.

Tak hanya di jagat internet, foto ini bahkan juga terpajang di sebagian rumah warga NU yang menaruh hormat dan mengagumi ulama yang produktif menulis kitab itu. Namun, siapa sangka gambar yang diyakini sebagai foto wajah Mbah Sholeh Darat itu ternyata dipertanyakan kebenarannya?

“Dari informasi yang saya kumpulkan, foto itu bukan foto KH Sholeh Darat, tetapi foto KH M Minhajul Adzkiya, salah satu pendiri PCNU Kabupaten Cilacap pada tahun 1936,” kata Fahrur Rozi, Wakil Ketua Pengurus Lakpesdam NU Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, kepada NU Online beberapa waktu lalu lewat surat elektronik.

Ia mengaku sudah melakukan konfirmasi kepada keturunan pemilik foto tersebut, yaitu KH Su'ada Adzkiya (Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Cilacap). KH Su'ada Adzkiya membenarkan bahwa gambar wajah yang selama ini diyakini sebagai Mbah Sholeh Darat adalah foto ayahnya.

KH M Minhajul Adzkiya meninggal pada tahun 1986 dan dimakamkan di Kroya, Cilacap, dan haulnya selalu diperingati setiap bulan Rabi'ul Awal. Foto itu terpampang di hampir semua rumah keluarga besar KH M Minhajul Adzkiya di Kroya.

NU Online yang juga sempat percaya “foto Mbah Sholeh Darat” itu pun menelusuri kebenaran tersebut ke penulis biografinya, Mohammad Ichwan. “Iya. Memang foto yang beredar di internet yang dikira sebagai foto Mbah Sholeh itu bukan foto beliau,” jelas Ichwan yang kini serius mengumpulkan seluruh karya KH Sholeh Darat ini.

Di buku biografi yang ia tulis, Ichwan juga tidak menampilkan foto wajah Mbah Sholeh Darat, kecuali foto langgar kayunya. Ichwan lantas menceritakan kronologi kesalahpahaman itu berdasarkan penuturan keluarga Mbah Sholeh Darat yang ia terima.

“Pada tahun 2010 ada wartawan dari Jakarta mewawancarai Pak M Ali, cucu Mbah Sholeh yang memangku Masjid Darat. Si wartawan diberi data banyak, termasuk nama kitab-kitab karya beliau. Salah satu kitab bernama Minhajul Atqiya’,” tuturnya. Nama lengkap kitab itu adalah Minhajul Atqiya fi Syarhi Ma'rifatil Adzkiya, mirip dengan nama salah satu pendiri PCNU Kabupaten Cilacap di atas.

Si wartawan, tambahnya, ingin membuat tulisan tentang Mbah Sholeh beserta fotonya. “Karena enggak ada, maka direka dari foto Pak Ali. Dikiranya Mbah Sholeh mirip cucu lelakinya itu sehingga entah dengan teknis montase apa, foto sang cucu lantas beredar di internet dengan caption foto Mbah Sholeh Darat. “Anak-anak Pak Ali, semua sahabat saya, meyakini itu foto mirip Pak Ali," pungkasnya. Pak Ali yang wafat pada 17 September 2011 adalah putra Kiai Cholil bin KH Sholeh Darat.

Mbah Sholeh Darat bernama lengkap Muhammad Shalih bin Umar as-Shamarani. Ayahnya, Kiai Umar, adalah salah seorang pejuang dan orang kepercayaan Pangeran Diponegoro di Jawa bagian utara, Semarang. Ia lahir di Desa Kedung Cumpleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, sekitar 1820 M. Sedangkan informasi lainnya menyatakan bahwa, Kiai Shaih Darat dilahirkan di Bangsri, Jepara. Ia wafat di Semarang pada 18 Desember 1903 M/28 Ramadlan 1321 H.

Imbuhan “Darat” di belakang namanya digunakan lantaran ia tinggal di kawasan yang bernama Darat, suatu daerah di pesisir utara Semarang, tempat mendarat orang-orang dari luar Jawa. Kini daerah Darat termasuk wilayah Semarang Barat.

Ada belasan kitab karyanya yang berhasil dikumpulkan hingga sekarang, antara lain Majmu’at Syari’at al-Kafiyat lil Awam, Munjiyat: Metik Sangking Ihya’ Ulumid Din al-Ghazali, terjemah bahasa Jawa Al-Hikam karya Ibnu Athailah, Lathaifut Thaharah, Faidhur Rahman, Pasolatan, dan lain-lain. (Mahbib)


Terkait