Nasional

Diskusi Publik, GP Ansor Astanajapura Bahas HTI Pasca-Perppu Ormas

Jumat, 6 Oktober 2017 | 18:05 WIB

Cirebon, NU Online
Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Astanajapura menggelar diskusi publik bertema Gerak HTI Pasca-Perppu di Annidzomiyah, Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jumat (6/10).

Kegiatan ini diisi oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) GP Ansor H Nuruzzaman, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat (PP) Lesbumi, dan Tenaga Ahli Kementerian Agama Muhammad Sofi Mubarok.

Penulis buku Kontroversi Dalil-dalil Khilafah Muhammad Sofi Mubarok memaparkan kesalahan penggunaan dalil-dalil yang diklaim oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai dalil tegaknya khilafah.

Salah satunya tentang tafsiran ulil amri pada Al-Quran Surat An-Nisa ayat 59. HTI mengklaim mutlaknya tafsiran tersebut sebagai kewajiban menegakkan khilafah.

“Mereka tidak peduli apakah ulil amri itu tafsirannya banyak atau tidak, yang mereka pahami secara literal adalah kepala negara,” katanya.

Hal ini kemudian diperkuat dengan propaganda yang diutarakan oleh Abu Bakar Baasyir, bahwa kita (Abu Bakar Baasyir dan kelompoknya) membaca Al-Quran dan mengamalkannya dan menuduh kelompok lain hanya membaca dan menafsirkannya saja.

Sementara itu, Komandan Densus 99 Nuruzzaman menyampaikan, bahwa bagi HTI Indonesia wajib diganti menjadi khilafah karena bentuk negara selama ini dinilai negara kafir.

“Bagi HTI Indonesia adalah negara kafir sehingga wajib diganti dengan sistem Islam yang bernama khilafah,” katanya.

Penyebaran ideologi HTI tetap akan terus berlangsung meski secara organisasi sudah dibubarkan melalui Perppu nomor 2 Tahun 2017. Mereka sedang melakukan lobi-lobi di beberapa lembaga negara. Ia mengingatkan para peserta untuk mengajak diskusi orang-orang HTI, tidak malah mempersekusinya.

“Meskipun HTI dibubarkan, tapi penyebaran ideologi tetap ada dan akan berlangsung. Tugas kita adalah mendatangi dan mengajak diskusi bukan mempersekusi mereka,” lanjutnya.

Abdullah Wong, alumnus Pondok Pesantren Lebaksiu, Tegal, itu menyampaikan, bahwa di tengah orang-orang ramai memikirkan bagaimana pemimpin, tapi Nahdlatul Ulama memikirkan bagaimana umat. Hal ini menurutnya selaras dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah sesaat sebelum wafatnya, yakni memikirkan bagaimana umatnya.

Penulis novel Mata Penakluk: Manaqib Abdurrahman Wahid itu mengatakan, bangsa Indonesia mesti bersyukur masih ada Nahdlatul Ulama.

Kegiatan yang dimoderatori oleh Sahabat Agung Firmansyah ini dihadiri oleh Ketua MWCNU Astanajapura KH Ahmad Zuhri Adnan, perwakilan Polsek dan Danramil Astanajapura, perwakilan Fatayat Astanajapura, dan IPNU Kabupaten Cirebon, serta beberapa tokoh masyarakat, pemuda, dan pelajar Astanajapura. (Syakirnf/Alhafiz K)


Terkait