Nasional

Direktur NU Online: Ujaran Kebencian Lebih Berbahaya dari Hoaks

Rabu, 7 Maret 2018 | 01:00 WIB

Jakarta, NU Online
Gelombang kebencian sedang bergulung-gulung cukup besar volumenya di berbagai belahan dunia. Direktur NU Online Savic Ali menyebut hal itu disebabkan karena ada pengelolanya.

“Ada yang disebut sebagai hoax industry (industri hoaks), outrage industry (semangat mengobarkan kemarahan dan permusuhan). Ini yang menjadi fenomena global saat ini,” katanya saat menjadi narasumber pada salah satu program televisi nasional swasta, di Jakarta, Selasa (7/3).

Savic mengatakan ada yang lebih bahaya dari hoaks, yakni ujaran kebencian. Sebab, menurutnya, hoaks boleh jadi tidak menimbulkan kerugian yang berbahaya. Tetapi, ujaran kebencian sangat jelas berbahaya.

“Pada titik yang paling parah, dia (ujaran kebencian) bisa menimbulkan genosida. Pada titik terendah, dia bisa menimbulkan konflik horizontal dalam skala yang mungkin kecil,” ujarnya.

Ia juga menuturkan bahwa ujaran kebencian tidak hanya disuarakan akun-akun yang berbasis ideologi tertentu. Tetapi, perkembangannya saat ini lebih banyak akun partisan politik yang melakukan hal tersebut. Hal ini bisa dilihat dari analisis konten yang diunggah oleh akun-akun itu. 

Savic menemukannya dalam analisis media sosial yang pernah ia dan rekan-rekannya lakukan pada kurun waktu satu tahun, Oktober 2016 hingga Oktober 2017.

“Ini penting untuk didiskusikan oleh partai politik karena partai politik (dan) politisi ikut bertanggung jawab atas situasi yang kita hadapi hari ini,” tegasnya.

Pendiri Islami.co itu juga menyampaikan bahwa ujaran kebencian di media sosial sangat banyak dan levelnya cukup tinggi. Saking tingginya, ia sampai menyebut jika pemilik akun yang menyebar kebencian itu memegang senjata, orang itu akan langsung melepaskan pelurunya. Untungya, menurut Savic, kontrol senjata di Indonesia cukup baik.

Mestinya, ujaran kebencian ini yang sangat perlu dicari solusinya. Terlebih banyak orang yang cuci tangan dengan hanya melimpahkan peristiwa tersebut ke Saracen maupun Muslim Cyber Army (MCA).

Outrage industry ini yang saya kira harus kita diskusikan. Bukan hanya dalam konteks pendekatan hukum, menurut saya, tetapi juga pada level edukasi,” katanya.

Penamaan Muslim
Banyaknya kejadian yang dilakukan oleh organisasi yang mengatasnamakan muslim menjadi perhatian tersendiri bagi sebagian orang. Savic menyebut pengatasnamaan muslim boleh guna perjuangan hak, tidak untuk menyerang kelompok atau orang tertentu.

“Dalam konteks memperjuangkan hak tentu boleh saja. Tetapi dalam hal mengagresi pihak lain kan gak bisa dibenarkan,” katanya.

MCA, sebelumnya dikatakan oleh salah satu narasumber, berkomitmen membela ulama. Tetapi banyak akun yang entah yang resmi bergabung dengan MCA atau tidak, justru malah menghina para kiai NU. “Kalau menghina Kiai Said, ketua umum kami, itu udah ampun-ampunan itu. Saya bisa mengumpulkan buktinya banyak banget itu.”

Oleh karenanya, ia meminta seluruh pihak yang hadir pada diskusi tersebut untuk memberikan pemahaman terhadap hal tersebut kepada masyarakat agar Indonesia terhindar dari perpecahan. “Jadi kita harus ada komitmen mengedukasi publik,” pungkasnya. (Syakirnf/Ibnu Nawawi)


Terkait