Jakarta, NU Online
Mantan Pelaku Terorisme Kurnia Widodo mengaku mengenal dunia radikalisme dan jihad ekstrem sejak ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) pada awal-awal tahun sembilan puluhan.
Ia menceritakan, awalnya temannya memberikan dia buku-buku tentang jihad ekstremis, tauhid, dan lainnya. Ia juga mengaku pernah bergabung dengan beberapa kelompok Islam radikal seperti Negara Islam Indonesia (NII), HTI, dan ISIS.
“NII itu masih ada sel-selnya,” kata Kurnia saat menjadi narasumber dalam acara Ngobrol Bareng Merawat Keindonesian dengan tema Tolak Radikalisme, Lawan Terorisme, di Jakarta, Ahad (23/7).
Lulusan Teknik Kimia Institur Teknologi Bandung (ITB) ini mengaku belajar untuk merakit bom saat ia berada di ITB. Ia merancang bom dan mencari bahan-bahannya dari bacaan yang ada di perpustakaan.
“Membuat bom itu tidak sulit,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh orang tua untuk mendeteksi apakah anaknya terkena paham radikal. Pertama, awasi anak dan jangan abaikan. Kalau orang tua abai dengan anaknya, maka itu adalah peluang yang bagus untuk para radikalis.
“(Kemudian) Ajak dialog anak. Kalau ada indikasi, maka orang tua harus selidiki dari mana anak mendapatknya paham radikal itu,” tuturnya.
Terakhir, kalau seandainya anak sudah terpapar dengan paham radikal, maka ia harus dibawa kepada para tokoh agama yang memiliki pemahaman yang moderat.
Peran istri
Kurnia menjelaskan, para istri pelaku terorisme dengan pelaku kriminal lainnya itu memiliki sikap yang berbeda saat menjenguk suami mereka yang sedang mendekam di Lembaga Permasyarakatan (Lapas). Ketika menjenguk suami di Lapas, istri pelaku kriminal selain teroris biasanya minta cerai. Namun, hal itu tidak berlaku pada istri-istri pelaku terorisme.
“Istri kasus terorisme minta cerai itu tidak terjadi (saat mereka menjenguk suaminya di penjara). Mereka setia,” ungkapnya.
Senada dengan Kurnia, Direktur The Asian Muslim Action Network Indonesia (AMAN Indonesia) Ruby Kholifah menyatakan, istri para pelaku teror biasanya mendukung apa yang dilakukan oleh suami mereka.
Bahkan mereka memiliki keyakinan bahwa rahim mereka adalah rahim yang akan melahirkan para jihadis-jihadis yang membela dan menegakkan Islam.
“Banyak yang percaya bahwa itu adalah cara untuk mengabdi kepada agama,” tutupnya. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)