Jakarta, NU Online
Belajar sebuah ilmu tidak putus terhadap satu masa saja, melainkan harus berkesinambungan (tulus zaman). Kesinambungan atau persoalan lain dalam menuntut ilmu kerap membuat seseorang berpikir, apa yang mesti dipelajari terlebih dahulu? Terutama dalam belajar fiqih dan tasawuf, mana yang harus didahulukan?
Pertanyaan yang kerap muncul di benak seseorang tersebut ditanggapi oleh Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat KH M. Luqman Hakim. Ia menjelaskan, tidak ada batasan bagi seseorang untuk belajar berbagai ilmu.
Kiai Luqman yang sering mengisi pengajian-pengajian tasawuf ini justru mendorong agar seseorang mempelajari ilmu fiqih dan tasawuf secara bersama-sama.
“Belajar tasawuf dan fiqih berbarengan saja,” ujar Kiai Luqman dikutip NU Online, Jumat (27/4) melalui akun twitter pribadinya @KHMLuqman.
Penulis buku Tanya Jawab Seputar Dunia Sufi ini menerangkan bahwa ilmu Allah itu sangat luas. Hal ini tidak mungkin dilakukan seseorang untuk memilih salah satu ilmu terlebih dahulu untuk dipelajari.
“Nanti Anda mendalami fiqih sampai mati juga belum tuntas fiqih Anda,” tegas Kiai Luqman.
Menurut Direktur Sufi Center Jakarta ini, semisal hanya memfokuskan diri pada ilmu fiqih, seseorang tidak akan mencapai ma’rifat dan mahabbah kepada Allah.
“Akhirnya enggak mengenal ma'rifatullah dan mahabbatullah sampai akhir hayat,” tuturnya.
Ia menegaskan, belajar syariat dan tasawuf idealnya secara bersamaan. Hal itu dilakukan biar matang dua-duanya.
“Ada yang belajar tasawuf dulu, baru belajar syariat. Ada yang syariat dulu baru ketemu tasawuf. Tergantung takdir-Nya,” ucap Kiai Luqman. (Fathoni)