Nasional

Bawaslu: Pembuat Hoaks Politik Kurang dari 200 Orang, Penyebarnya yang Banyak

Jumat, 18 Januari 2019 | 12:30 WIB

Jakarta, NU Online
Tenaga Ahli Bawaslu RI Masykurudin Hafidz menyampaikan bahwa jumlah pembuat hoaks dan konten berisi ujaran kebencian dalam konteks politik berlatar belakang agama tidak seberapa dibandingkan para penyebar hoaks dan konten berisi ujaran kebencian tersebut. 

Demikian disampaikan Masykur dalam diskusi terbatas bersama Lembaga Bahtsul Masail PBNU di Jakarta, Kamis (17/1) sore, dalam rangka persiapan Munas NU 2019.

“Pembuat hoaks berdasarkan catatan Kominfo tidak lebih 200 orang. Pembuat ini dalam kasus tujuh kontainer berisi kertas suara dalam tiga hari bisa diidentifikasi. Tetapi yang melakukan amplifikasinya yang sangat banyak. Hal ini yang menyebarkan ke publik yang bikin gaduh,” kata Masykur di hadapan belasan peserta diskusi grup.

Menurutnya, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian politik dengan latar belakang agama dipicu setidaknya oleh tiga hal. Pertama, cara pandang agama yang hitam putih. A salah, b bener. Kedua, pemahaman sistem atau kehidupan yang ilusif. Seseorang mengidealkan sesuatu sehingga mudah kecewa bila kenyataan tidak sesuai ilusi mereka.

“Ketiga, pilihan politik pribadi, ini paling banyak. Meski dia tahu bahwa itu hoaks dan meandung ujaran kebencian, dia akan tetap menyebarkan konten tersebut karena itu memuaskan pribadinya. Ini tiga soal yang saya kira relevan dengan Munas NU 2019,” kata Masykur.

Ia menyebut praktik semacam ini degan istilah politisasi agama. Ia membedakan istilah politisasi agama dari politik agama. Politik agama lebih kepada pilihan warga negara atas dasar pandangan agamanya. Tetapi politisasi agama merupakan bentuk kampanye di tegah masyarakat dengan untuk menaikkan elektabilitas pihaknya dan menjatuhkan elektabilitas pihak lain dengan dalil agama.

“Kalau memilih berdasarkan agama tertentu, bagi Bawaslu, hal itu bukan pelanggaran dan bukan politisasi agama. Yang jadi pelanggaran adalah menjatuhkan elektabilitas pihak lain dengan cara menjelekkan pihak lain itu melalui dalil agama,” kata Masykur. (Alhafiz K)


Terkait