Bandung, NU Online
Pengurus Wilayah Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia Jawa Barat dilantik Katib Suriyah PWNU Jawa Barat KH Asep Syaripudin di halaman gedung PWNU di Jl Galunggung, Kota Bandung pada Sabtu malam (21/6).
<>
Kepengurusan lembaga kesenian di lingkungan jam'iyah NU yang tertunda tiga tahun tersebut bangkit dan langsung membuat gebrakan dengan menampilkan ragam kesenian khas Sunda, di antaranya wayang golek.
Menurut Ketua PW Lesbumi Jawa Barat Dodo Abidarda, wayang golek dipentaskan karena kesenian itu sangat populer di Jawa Barat. Di samping itu, pada pementasan wayang golek disampaikan nilai-nilai agama dan moral dengan cara yang sangat akrab, populer, cair, dan menggembirakan.
“Wayang golek menyampaikan agama dengan ramah, bukan marah,” katanya kepada NU Online, selepas pelantikan.
Wayang golek harus dipertahankan karena ini adalah jejak perjuangan para wali dalam memperjuangkan penyebaran agama Islam di pulau Jawa. “Sebagai upaya untuk mempertahankan itu ya dengan menampilkannya,” katanya.
Pagelaran wayang golek dengan dalang Ki Dede S Sunandar tersebut membawakan lakon “Budak Buncir. Lakon tersebut menceritakan dimulai dengan bersembunyi Gatot Kaca di sebuah pesantren karena dikejar-kejar orang Astina untuk dinikahkan dengan putri Suyudana. Anak Bima tersebut menolak. Di pesantren itu dia disuruh kiai untuk menyamar dengan mengubah wujud menjadi seorang anak kecil perut buncit (buncir).
Selain wayang golek, ditampilkan ragam kesenian lain yaitu marawis, penampilan karinding dan celempung, dan pembacaan puisi.
Sebelumnya, Sabtu pagi, Lesbumi Jabar membedah buku Baban Kana karya KH Zamzami Amin. Buku tersebut mengupas sejarah perjuangan rakyat Cirebon, termasuk para santri mengusir penjajah. Sabtu siang diadakan diskusi kebudayaan bersama manta Rektor Sekolah Tinggi Seni Indonesia yang juga salah sorang penasihat Lesbumi Jabar, M. Noh. (Abdullah Alawi)