Atasi Kesenjangan Ekonomi, Pemerintah Bisa Gandeng Pesantren
Kamis, 18 Mei 2017 | 05:30 WIB
Pada dasarnya suatu perekonomian akan berkembang dengan fondasi yang kokoh, manakala seluruh pelaku ekonomi yang terlibat di dalamnya mampu memberikan nilai tambah. Akumulasi aset pada satu atau segelintir agen ekonomi akan membuat pertumbuhan ekonomi berjalan timpang. Pertumbuhan yang timpang ini, secara berkelanjutan akan memiliki efek “bola salju”, yang luncurannya akan merusak banyak bangunan dan strukturnya, seperti: bangunan sosial, budaya, politik, bahkan hukum, dan tentu saja bagunan ekonomi dan keuangan.
Beberapa hal yang menunjukkan ketimpangan sudah terjadi, dengan kasat mata kita melihatnya sendiri di lingkungan sekitar. Selain itu, secara khusus ukuran gini rasio negara kita juga makin tinggi (0,41). Gini rasio yang semakin tinggi menunjukkan ketimpangan yang semakin lebar dan juga berarti terjadi akumulasi kekayaan pada segelintir orang.
Hal itu mencuat dalam diskusi Ekonomi Inklusif Sesi 1 bertajuk “Dana Bergulir dalam Mewujudkan Kemandirian Ekonomi" yang digelar Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) di Lantai 5, Gedung PBNU, Rabu (17/5).
Dalam siaran pers HPN dikatakan, dalam upaya mengangkat ekonomi dan memperkecil kesenjangan ekonomi, pemerintah dapat memanfaatkan lembaga sosial, yang selama ini sudah ada dan teruji dalam peranannya memperkuat struktur bangunan sosial kemasyarakatan seperti pesantren.
“Peran ketokohan lokal dalam lembaga itu atau masyarakat setempat, dalam hal ini dapat dijadikan tolok ukur bagi perbankan untuk berperan lebih banyak, dengan memberikan akses terhadap permodalan bagi para tendon,” katanya.
Hal ini dinilai sejalan dengan keinginan pemerintah dalam memperkuat ekonomi umat. Kerja sama pemerintah dengan berbagai perangkatnya dengan pesantren dan lembaga sosial sejenis, tentu akan mampu menarik pelaku ekonomi, yang selama ini terpinggirkan menjadi aktif dan berkontribusi maksimal.
Hadir sebagai narasumber Direktur Utama LPDB-KUMKM RI Kemas Danial, Ketum Pimpinan Psat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), dan dosen FEB UI Athor Subroto. (Mahbib)