Nasional

Apakah Pesantren Gunakan Produk-produk Umat Sendiri?

Jumat, 28 April 2017 | 00:00 WIB

Apakah Pesantren Gunakan Produk-produk Umat Sendiri?

Foto: Romzi Ahmad - NU Online

Jakarta, NU Online
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Asmawi Syam menuturkan, ekonomi umat bisa berkembang dan kuat apabila mereka mau menggunakan dan mengonsumsi produk-produk yang dibuat oleh umat itu sendiri.

“Apakah produk-produk yang digunakan pesantren itu adalah produk umat?” kata Asmawi.

Ia menyampaikan hal itu saat menjadi narasumber dalam acara Seminar dan Rapat Kerja bertemakan Peran Pesantren Untuk Penguatan Ekonomi Umat yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pesantren Nahdlatul (RMI NU) di Lantai 8 Gedung PBNU Jakarta, Kamis (27/4).

Menurut dia, pesantren adalah sebuah pasar besar. Ia mengaku khawatir apabila pesantren hanya dijadikan sebagai sentra komsumsi, bukan produksi. Ia menambahkan, kalau seandainya umat menggunakan produk buatan umat itu sendiri, maka proses ekonomi di umat akan berjalan.

Bila masyarakat bangga menggunakan produk sendiri, maka kegiatan produksi akan berlangsung. Kegiatan produksi akan melahirkan lapangan kerja, dan lapangan kerja akan menghasilkan daya beli. Jika daya beli bertambah, produksi pun bertambah lagi. “Siklus tersebut akan berputar dan naik terus,” urainya.

Lebih lanjut, ia mencontohkan keberhasilan China dalam mengembangkan ekonominya. “Mereka menggunakan produk sendiri dan bangga. Dia memperkuat ekonomi sendiri sebelum ekspansi ke luar,” terang mantan Dirut Bank BRI itu.

Namun, imbuh Asmawi, apakah umat mau menggunakan produknya sendiri. “Pertanyaan yang paling mendasar adalah kita mau nggak menggunakan produk umat? Meski tidak sebagus produk impor,” katanya.

Bagaimana Umat Memproduksi?

Asmawi mengatakan, untuk memproduksi sebuah produk umat harus mengetahui potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Ia menjelaskan, ada tiga sumber pokok dalam memproduksi sebuah produk. Pertama, sumber daya alam (natural resources).

“Natural resources ini dimiliki pesantren. Mereka punya sawah, tanah. Tanah kita tanami cabai. Cabainya dibuat sambel dan dibotolin. Kita jual di dalam pesantren dan antarpesantren,” urainya.

Kedua, sumber daya manusia (human resources). Ia meyakini, orang-orang pesantren adalah orang pintar karena terus belajar. Baginya, lulusan pesantren memiliki kelebihan yang tidak dimiliki lulusan sekolah umum, yaitu penguasaan bahasa Arab dab Inggris.

“Mereka pasti pinter-pinter,” ucapnya.

Terakhir, sumber daya modal. Ia mengatakan, apabila pesnatren tidak memiliki modal, maka mereka bisa mendapkan dari sumber-sumber yang lain seperti pemerintah. “Kita (pesantren) tidak memiliki duit. Pemerintah memberikan perhatian yang besar kepada ekonomi kecil. Ada dana desa, KUR, dan yang lainnya,” tukasnya. (Muchlishon Rochmat/Mahbib)


Terkait