Jakarta, NU Online
Tak sedikit permasalahan mendera keluarga Indonesia. Mulai nikah dini, ekonomi, hingga puncaknya perceraian.
"Semuanya dimulai dan dipengaruhi oleh kondisi keluarga," kata Alissa Wahid, Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) saat mengisi Seminar Keluarga Maslahah bertajuk Santri Unggul Berangkat dari Keluarga Maslahah, pada Rabu (31/10).
Alissa mengungkapkan bahwa angka perceraian dari tahun ke tahun terus meningkat. Saat ini, angkanya sudah di atas 19 persen, setelah di tahun sebelumnya 17 persen. Ia bahkan menyebut ada 1000 pasangan yang bercerai setiap harinya.
Lebih dari itu, anak pun turut menjadi korbannya. Bukan saja akibat dari perceraian, tapi juga dari sikap orang tuanya yang terlalu over protektif, yakni banyak melarang dan menentukan pilihan bagi anak.
"Anak kehilangan kepercayaan diri karena keluarganya terlalu overprotektif sehingga anak tidak berani mengambil keputusan," katanya.
Mestinya, kata Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu, orangtua mengajarkan anak untuk menentukan pilihannya sendiri. Misal, anak diberi pilihan untuk memilih makan nasi atau kentang.
Selain itu, masalah lain yang masih sering muncul adalah kematian ibu dan anak. Kesehatan ibu dan bayi, menurutnya, tidak terawat dengan baik. Kita ini, jelas putri sulung Gus Dur ini, wajib memelihara jiwa (hifdzun nafs).
Dari itu semua, langkah paling penting yang harus diupayakan adalah pencegahan. NU berpegang pada kaidah fiqih, darul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih, meninggalkan kemudaratan lebih didahulukan ketimbang mendapat kemaslahatan.
"Mencegah problemnya, mencegah kemudaratan didahulukan," ungkapnya. (Syakir NF/Kendi Setiawan)