Aktivis PMII Bandung Ini Kembangkan Seni Kaligrafi Daun
Sabtu, 21 Februari 2015 | 11:29 WIB
Bandung, NU Online
Dari waktu ke waktu, seni kaligrafi selalu berkembang dengan berbagai inovasi baru. Pengembangan tersebut tidak terlepas dari pertemuan seni dengan berbagai kondisi geografis maupun kultural. Salah satu yang mengembangkan kaligrafi dengan inovasi baru adalah Ridwan Hidayat. Aktivis PMII Cabang Kota Bandung ini memanfaatkan daun-daun dari pepohonan untuk mengembangkan seni kaligrafi.<>
Menurut Ridwan, kaligrafi dari daun bukan merupakan hal baru, namun menjadi hal yang langka. Dia mengaku mulai membuat karya ini sejak Juni 2014 tahun lalu. Terinspirasi ketika sedang melihat pemandangan kebun di depan rumah.
“Di kebun itu terdapat banyak jenis daun, dan warnanya pun beragam. Kemudian muncullah ide itu,” ungkap Sekretaris Umum PC PMII Kota Bandung ini kepada NU Online, Jum’at (20/2).
Ridwan menambahkan, sebab dirinya memanfaatkan bahan dari daun karena daun memliki warna yang beragam, tidak terlalu keras, dan pembuatnya masih langka. Ditambah kondisi alam Indonesia yang subur, sehingga berbagai jenis daun bisa ditemukan di Indonesia.
“Tidak semua jenis daun bisa digunakan. Daun yang tipis namun kuatlah yang paling bagus digunakan,” cetus Ridwan.
Menurutnya, kaligrafi adalah tulisan indah. Setiap tulisan yang indah, boleh disebut kaligrafi. Pada umumnya kaligrafi memakai tulisan Arab dan menyampaikan isi Al-Quran atau hadits. Namun bagi dia, tidak sekedar itu, kaligrafi merupakan sebuah karya yang dapat memberikan ruang bagi seniman untuk menyampaikan dan mengekspresikan jiwanya.
“Tidak berbeda dengan lukisan. Jika lukisan menggunakan penggambaran objektif atau abstrak, maka kaligrafi menggunakan penggambaran huruf sebagai media penyampai pesannya,” kata mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung itu.
Ia tidak menyangkal bahwa kaligrafi cukup memberikan kontribusi sebagai media dakwah Islam. Karena mau tidak mau, kaligrafi selalu dikaitkan dengan ajaran Islam, meski sebenarnya bukan berasal dari Islam. Sejak pembukuan Al-Quran, kesenian kaligrafi terus mengalami perkambangan. Sehingga berbagai daerah memiliki gaya penulisan yang berbeda.
Di sini memperlihatkan bahwa ketika Islam berkembang di sebuah wilayah, tersebar pula di sana kesenian kaligrafi sebagai media dakwah dan komunikasi. “Sebagai contoh, kita mengenal gaya ‘farisi’ yang berasal dari Persia,” jelas Ridwan.
Sementara itu, karya-karya Ridwan digolongkan ke dalam dua kategori, yakni kaligrafi dan Lukisan. Dari kedua kategori ini, digolongkan lagi kedalam dua jenis. Pertama, sebagai produk jual, dan kedua sebagai karya seni. Untuk produk jual, biasanya dia membuat lafazh-lafazh yang lumrah seperti basmalah, surat-surat pendek, tahlil, atau pembuatannya sesuai pesanan.
Menariknya, ketika dia membuat karya seni, tidak ada orientasi untuk dijual. Karya yang jenis ini lebih memerlukan waktu yang lama dalam pembuatannya. Dan ketika telah selesai, karyanya akan dipamerkan. “Ada kemungkinan dijual, namun jika penawarannya tidak sesuai, lebih baik disimpan sebagai karya sendiri,” terang Ridwan.
Kini dia menjalankan usaha yang berbasis hobi ini dalam "Ridwan Nature Caligraphy". Motivasinya dalam merintis usaha ini karena keprihatinan dia melihat banyaknya lulusan pesantren yang tidak mempunyai pekerjaan. “Saya ingin memberikan peluang kepada mereka untuk mengembangkan potensinya, sekaligus menjadi pendapatan mereka,” tuturnya mengajak santri-santri yang ingin mengembangkan seni kaligrafi.
Dari situ Ridwan mencoba memerankan usahanya untuk mengaitkan dengan Nahdlatul Ulama (NU). Karena dia menilai, NU sangat memberikan perhatian kepada dunia pesantren. Buktinya, hingga kini Ridwan selalu bekerja sama dengan pihak Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) NU.
Kaitannya dengan PMII, dia mengatakan bahwa perlu adanya perubahan maindset berpikir bagi kader PMII. Hal ini dia memandang banyak dari mereka yang mengembangkan karir di bidang politik. Padahal tidak semua kader mempunyai potensi ke arah sana.
“Jika ada kader PMII yang berpotensi dalam menulis, ya jadikan dia penulis yang hebat. Jika dalam bidang seni, jadikan dia seniman yang beraswaja, dan lain-lain,” ujar santri jebolan pesantren Nurul Hidayah Al-Khadijiyyah, Cianjur Jawa Barat itu.
Usaha yang dirintis oleh Ridwan ini memiliki potensi yang bagus. Namun karena masih dalam tahap perkembangan, pasar kaligrafi daun kini belum terkelola dengan luas. Sementara publikasi hanya melalui jaringan media sosial. Selain itu, biasanya dia membuka stand dalam acara-acara di berbagai kota, pameran, dan even lainnya.
“Saya pernah mengirim karya ke Belanda, dan mendapatkan apresiasi yang bagus. Namun belum terbentuk hubungan kerja sama. Saat ini, saya sedang mencari akses ke negara-negara Arab dan Timur Tengah. Menurut saya, pasar di negara-negara tersebut prospeknya bagus,” pungkas Ridwan.
Kini, selain dia mengembangkan seni kaligrafi dari bahan daun, dari bahan daun pula dia memulai untuk membuat lukisan para tokoh, khususnya tokoh-tokoh Ulama Nahdlatul Ulama. (Zidni Nafi’/Fathoni)