Kudus, NU Online
Novelis asal Banyumas Jawa Tengah Ahmad Tohari menyatakan menjadi seorang guru berarti menjadi pribadi yang membimbing manusia. Menjadi guru bukan hanya dituntut pintar saja, namun juga mampu menjalankan apa yang disampaikan kepada murid.
<>
Pernyataan itu diuraikan penulis trilogi Ronggeng Dukuh Paruk pada Seminar Nasional bertajuk “Melestarikan Nilai-nilai Budaya dalam Pendidikan” yang diselenggarakan BEM FKIP Universitas Muria Kudus (UMK) bertempat di auditorium UMK, Selasa (24/2).
Apa yang disampaikan guru, kata lelaki kelahiran 1948 tersebut, harus sejalan dengan ungkapan “guru, digugu dan ditiru”.
Apa yang dilakukannya, lanjut dia, harus sesuai dengan yang diajarkan kepada murid. “Guru bukan hanya sekadar sebagai pegawai. Bekerja sesuai SK, absen dan mendapatkan gaji,” terangnya.
Peraih penghargaan dari The Fellow of The University of Iowa itu sangat prihatin jika guru tak mampu digugu dan ditiru. Semasa masih di bangku SMP, sekolahnya pernah mengalami petaka. Sepasang “guru” di sekolahnya secara blak-blakan pacaran.
Ia menyebut kedua sosok itu belum mampu menjadi guru yang sesungguhnya. Menjadi guru, lanjutnya harus menjadi contoh dan teladan yang baik untuk muridnya. (Syaiful Mustaqim/Abdullah Alawi)