Jakarta, NU Online
Mudahnya antar umat diadu masih menjadi topik pembahasan yang hangat dalam Ngaji Budaya Suluk Maleman, Sabtu (17/3). Persoalan itu dinilai kian penting diperhatikan terutama jelang pesta demokrasi seperti saat ini.
Anis Sholeh Baasyin penggagas Suluk Maleman bahkan menganalogikannya dengan adu jangkrik. Dalam permainan yang mengadu dua jangkrik itu biasanya terdapat seseorang atau lebih yang sengaja memancing kedua jangkrik itu agar berkelahi.
“Kita sibuk ribut dengan kelompok lain sedangkan para pengadu melihatnya dengan senang. Hal semacam inilah yang patut kita pikirkan. Jangan mau menjadi jangkrik aduan,” ujar Anis membuka dialog yang digelar di Rumah Adab Indonesia Mulia tersebut.
Ketua PP Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia atau Lesbumi NU, KH. Agus Sunyoto, bahkan menyatakan, usai kemunculan gawai sekarang ini tanpa dilengkapi bijaknya dalam pemakaian semakin memperburuk keadaan. Mudahnya akses ke media sosial kerap memunculkan permasalahan. Bahkan gara-gara gawai bisa membuat satu keluarga ribut.
“Dulu orang bertengkar paling-paling hanya diketahui antara tetangga saja, tapi sekarang ini sedunia bisa tahu permasalahan mereka. Karena dilempar ke media sosial,” ujarnya.
Anis menambahkan, provokasi itu bahkan semakin mudah terjadi jika menyangkut persoalan agama. Hal itu karena sekarang ini banyak yang melihat agama sebagai sebuah identitas saja.
Itu yang memicu konflik. Orang tidak melihat yang benar atau salah dari isinya tapi karena kedekatan dengan golongannya. "Padahal sudah seharusnya bisa dipilah kalau memang salah ya salah. Jangan asalkan karena satu kelompok membuat kita membabi buta dalam membela,” ujarnya.
Seharusnya masyarakat dapat tetap rasional. Seperti halnya yang pernah dilakukan Sayidina Umar yang dalam suatu cerita pernah menegur keras Gubernur Mesir yang bermaksud menggusur rumah milik penganut Yahudi.
“Kalau berfikir secara kelompok, Umar pasti akan membela gubernur yang segolongan dengannya. Tapi yang terjadi, Umar justru menegur keras gubernurnya yang dinilai sewenang-wenang dan membela orang Yahudi. Karena faktanya, orang Yahudi tersebut di posisi yang benar,” imbuhnya.
Selain itu, Anis menyebut ada hal mendasar yang perlu ditanamkan. Bahwa dalam beragama selain ada sisi individual untuk ke langit. Juga ada sisi sosial untuk kebutuhan dunia.
“Oleh karenanya sisi akhirat harus dipakai untuk mendikte sisi dunia,” ujarnya. Sikap yang diperlihatkan Umar adalah salah satu contohnya.
H Agus Sunyoto menambahkan politik adu domba sudah sejak lama diterapkan untuk menghancurkan bangsa ini. Bahkan banyak sejarah bangsa ini direkayasa untuk tujuan adu domba. Ironisnya sejarah yang keliru itupun hingga sekarang masih digunakan.
“Kenapa bangsa ini selalu diadu domba? karena bangsa ini kaya. Sebelum tahun 70an Indonesia jauh lebih kaya dari Arab Saudi. Bayangkan saja Arab hanya punya minyak sedangkan bangsa ini punya semua mulai dari minyak, gas, emas, hingga hasil pertanian dan rempah-rempah yang melimpah. Itulah yang ingin diambil dari bangsa ini,” tambahnya.
Bahkan di zaman dulu teknologi bangsa ini juga telah maju. Indonesia pernah menjadi negara kedua di Asia yang mengembangkan rudal. Indonesia juga memiliki armada perang cukup baik. Sukarno berani tidak mengundang Israel karena dianggap sebagai bangsa penjajah.
“Kejayaan itu mulai sirna setelah bangsa ini diadu domba,” ujarnya.
Najib Bukhori dari Sarang, Rembang, mengatakan, ciri dari aswaja itu selalu mengedepankan persamaan dan kebersamaan. Sikap itulah yang akan mampu menyelamatkan kita di zaman adu domba ini.
“Seperti di majelis ini ada yang menggunakan peci dari beludru dan ada yang dari kain. Akan menjadi masalah jika yang dilihat karena perbedaan bahannya. Tapi jika kita melihat karena sama-sama menggunakan peci tentu akan menjadi indah,” ujarnya.
Tak hanya itu sekarang ini juga tengah dilanda krisis informasi. Media sosial dinilai rawan menyebarkan sesuatu yang memicu perpecahan. Ironisnya berita bohong dengan mudah dipercaya dan disebarkan begitu saja.
“Untuk media mainstreem tentu ada kode etik jurnalistik yang bisa digunakan untuk pertanggungjawabannya. Tapi masalahnya sekarang banyak media yang tidak jelas yang dengan mudah menyebarkan berita bohong tanpa pertanggungjawaban yang jelas,” ujarnya.
Najib pun mengajak jika melihat orang yang salah harus di nasehati dengan baik dan tidak diolok-olok. Bahkan nabi pun tak pernah mengolok-olok di depan orang banyak. Karena olok-olok hanya membuat orang sakit hati.
“Lihat kebaikan orang lain, bukan diri sendiri; dan lihat kejelekan diri sendiri bukan orang lain,” ujarnya.
Diskusi itupun semakin ramai dengan alunan sholawat dari Sampak GusUran yang membuat ratusan warga yang hadir antusias mengikutinya sampai akhir. (Red: Ibnu Nawawi)