Purworejo, NU Online
Ketua Lesbumi PBNU KH Agus Sunyoto akan mengisi seminar “200 Tahun Serat Centhini” di Borobudur Writer and Cultural Festival (BWCF) 2016 yang akan digelar di Magelang, Rabu-Sabtu (5-8/10) mendatang. Pria asal Malang ini akan menyampaikan materi pada Kamis, 6 Oktober 2016 di The Heritage, Convention Center, Hotel Plataran, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pukul 13.00-16.00 WIB.
Menurut Direktur Festival Yuki Darmawan dalam situs resmi BWCF, acara ini sudah Festival ini sedah memasuki tahun ke-5 dan konsisten mengangkat tema-tema budaya klasik Nusantara. “Perayaan Serat Centhini dan I La Galigo adalah suatu upaya untuk menggali khazanah klasik guna memahami dan membentuk kebudayaan Nusantara dalam konteks kekinian dan masa depan,” tulisnya di laman borobudurwriters.com.
Menurutnya, Serat Centhini adalah karya besar kesusastraan Jawa yang disusun pada awal abad ke-19, dengan genre puisi panjang yang digubah dalam bentuk lagu. Serat Centhini digagas oleh Putera Mahkota Kerajaan Surakarta, Adipati Anom Amangkunagara III yang kemudian menduduki tahta dengan gelar Sunan Paku Buwana V.
“Setelah menjadi raja, Sunan Paku Buwana V meminta tiga pujangga keraton, yaitu Ranggasutrasna, Yasadipura II dan Sastradipura untuk meneruskan penulisan cerita mengenai segala hal tentang kehidupan dalam bentuk tembang macapat. Serat Centhini ditulis selama kurang lebih 9 tahun, dari tahun 1814 hingga 1823 Masehi,” jelasnya.
Yuki menambahkan, bahwa Isi Serat Centhini meliputi sejarah, pendidikan, geografi, arsitektur, falsafah, agama, mistik, ramalan, sulapan, ilmu kekebalan, perlambang, hingga perihal flora, fauna, dan seni. Dalam kitab ini juga terdapat ulasan mengenai khazanah erotika. Naskah ini dapat dikatakan sebagai ‘ensiklopedi’ kehidupan orang Jawa sampai awal abad ke-19.
“Khusus mengenai ulasan tentang seksualitas, hal itu memperlihatkan pandangan khas yang bertolak dari Tantrayana yang berkembang pada masamasa sebelumnya, yaitu pada masa Singasari dan Majapahit. Pandangan tentang seksualitas semacam itu tidak hanya terdapat pada kitab-kitab sastra klasik, melainkan berlanjut pada karya sastra kontemporer,” imbuhnya.
Dalam kurun 10 tahun terakhir, lanjutnya, Serat Centhini muncul dalam terjemahan bahasa Indonesia, bahasa Inggris dengan versi lebih singkat, pelbagai novelisasi, seni tari, teater, fotografi, ziarah perjalanan tempat-tempat dan rekontruksi kuliner yang tercantum di dalamnya. Segala kegiatan tersebut menunjukkan apresiasi yang tinggi terhadap Serat Centhini sebagai kitab klasik budaya Jawa.
Selain Serat Centhini, masih menurut Yuki, di Nusantara terdapat epos panjang, bahkan dapat dikatakan yang terpanjang di dunia, yaitu Sureq Galigo atau I La Galigo yang diciptakan oleh masyarakat Bugis pada abad ke-13. Yaitu kitab besar yang berisi kisah penciptaan manusia dan petualangan tokoh Sawerigading ke berbagai penjuru dunia. Kitab ini dapat dikatakan sebagai “esiklopedi” dari Bugis tentang kehidupan manusia dan segala hal yang berkaitan dengan alam semesta.
Selain Agus Sunyoto, Panitia BWCF juga mengundang berbagai tokoh yang selama ini dikenal bergelut dengan dunia tulis, seni, sastra, tradisi dan kebudayaan. Dalam situsnya resminya, panitia mengaku sudah menutup tiket gratis peserta karena sudah membludak. (Ilham Erda/Fathoni)