Nasional

Ada Doa di Balik Ubo-Rampe Selamatan

Ahad, 24 November 2013 | 02:00 WIB

Solo, NU Online
Saat diadakan acara di lingkup Keraton Surakarta, terdapat sejumlah ubo-rampe atau berupa makanan, aneka jajanan pasar, bumbu masak atau peralatan lainnya yang menyertai pada sebuah gunungan tumpeng.
<>
Seperti yang terlihat pada acara peringatan berdirinya Keraton Surakarta atau wilujengan Adeging Nagari Surakarta ke-269 di Sasana Handrawina, Keraton Surakarta, Kamis (21/11).

Dalam prosesi itu terdapat beberapa ubo-rampe yang menyertainya. Di antaranya pala kasimpar, pala gumantung, pala adeg, bunga beraneka rupa, ikan air tawar, ikan air laut, ikan sungai, ikan rawa, dan ikan air payau. Juga ada gecok mentah, gecok bakal, telur unggas, reracikan, dan rerajungan (hewan laut).

“Untuk tumpeng ada tumpeng rerajekan, tumpeng megana, tumpeng kendhit, tumpeng urubing damar, tumpeng sasrah, tumpeng rawoh, tumpeng rukmi, tumpeng lulut, tumpeng lulus, dan tumpeng giling,” terang Pengageng Kusuma Wandawa Keraton Surakarta, Gusti Puger.

“Juga ada jenang abrit pethak, jenang salaka, jenang manggul, jenang timbul, jenang grêndul, jenang sungsum, jenang lahan, jenang pathi, jenang kalop dhingringan, jenang ngangrang, jenang dodol, jenang taning, jenang lêmu, jenang koloh. Ditambah jadah, wajik, pudhak, dan pondhoh,” imbuhnya.

Bagi orang awam dengan budaya ini, mungkin akan menganggap sebagai hal yang biasa saja. Atau bahkan mungkin karena sempitnya ilmu, malah menuduh sebuah tindakan kemusyrikan.

Tapi Gusti Puger, hal itu merupakan simbol, yang bermakna jika keraton harus bisa menjadi pengayom bagi seluruh rakyatnya. Juga harus bisa mewujudkan kondisi pemerintahan yang adil, sejahtera, dan makmur dengan tetap berlandaskan kepada keharmonisan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.

“Jadi sesaji bukan untuk memberi makan mahkluk halus, tapi lebih ke simbol permohonan doa kepada Tuhan. Dan juga mengandung makna ajaran luhur kehidupan,” ungkapnya.

Semua hal ini merupakan metode yang pernah dilakukan oleh Paku Buwono II. Ubo-rampe ini pula yang kemudian banyak kita temukan di sebagian masyarakat Jawa, khususnya ketika terjadi berbagai momentum yang berkaitan dengan kelahiran, kematian, dan pernikahan.

Meskipun ubo-rampe yang ada di masyarakat tidak sebanyak dan serumit yang dibuat oleh keraton. (Ajie Najmuddin/Abdullah Alawi)


Terkait