Nasional

107 PTAI Se-Indonesia Deklarasikan Asosiasi Dosen Aswaja Nusantara

Kamis, 18 Mei 2017 | 00:00 WIB

Malang, NU Online
Sejumlah akademisi menyerukan pentingnya Islam moderat untuk masa depan kedamaian di Indonesia. Seruan ini didukung oleh Petisi ratusan akademisi dari 107 PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam) dari berbagai kawasan di Indonesia, yang bertemu pada Seminar Nasional dan Call for Paper "Menyemai Militansi Akademisi Berbasis Keilmuan Aswaja" di Universitas Islam Malang, Rabu (17/5).

Seminar ini menandai deklarasi Asosiasi Dosen Aswaja Nusantara (Asdanu) yang diikuti dosen-dosen Aswaja dari 107 perguruan tinggi. Asdanu merupakan Asosiasi Dosen Aswaja,  yang diinisiasi oleh Universitas Islam Malang (Unisma), Universitas Islam Raden Rahmat Malang (UNIRA), Universitas Hasyim Asy'ari Jombang (Unhasy), Universitas KH Abdul Wahab Hasbullah (Unwaha), Inistitut Pesantren KH Abdul Chalim (IKHAC) Pacet Mojokerto, Universitas NU Sidoarjo, dan Universitas Sunan Giri.

Hadir pada forum ini, Prof Dr KH Tholhah Hasan (Ketua Dewan Pembina Unisma, Mustasyar PBNU), Prof Dr Abdurrahman Mas'ud (Puslitbang Kementrian Agama), Prof Dr Masykuri (Rektor Unisma), Marsudi Nurwahid (Jurnalis), beberapa rektor perguruan tinggi, serta ratusan dosen-peneliti dari berbagai kampus.

KH Tholhah Hasan mengungkapkan pentingnya akademisi berpikiran terbuka dan berwawasan luas. Khususnya, tentang perbedaan pemaknaan Ahlussunnah wal Jamaah. "Saya pernah berbincang dengan beberapa pimpinan Islam radikal, ISIS dan FPI. Semuanya mengaku bagian dari Ahlussunnah wal Jamaah. Maka, kita harus jeli dan tegas tentang ideologi aswaja," ungkap Kiai Tolhah.

Kiai Tolhah menambahkan, bahwa peneliti dan dosen yang memiliki konsentrasi di bidang keislaman harus memahami isu-isu pluralisme lintas madzhab. "Di dalam aswaja, ada perbedaan-perbedaan yang harus dipahami. Antara madzhab Syafi'i, Maliki, Hanbali dan Hanafi, ada perbedaan-perbedaan mendasar. Harus ada pemahaman pluralis, ini yang harus dilakukan," tegas Kiai Tolhah.

"Aswaja yang dikembangkan Kiai Indonesia, yang kemudian menjadi NU adalah Aswaja yang paling moderat dan toleran,” sambung Menteri Agama era Presiden Gus Dur ini.

Rektor Unisma, Masykuri mengungkapkan, ada dinamika di perguruan tinggi terkait dengan gerakan keislaman. "Saya melakukan riset mendalam di beberapa kampus umum, ada potensi radikal terutama dari mahasiswa yang kuliah di jurusan sains. Sebagian dari mereka membentuk gerakan politik untuk berkontestasi pada kepemimpinan Indonesia masa depan," jelas Masykuri.

Dalam pandangan Masyukri, tindakan pemerintah melarang organisasi radikal sudah tepat. "Langkah Pemerintah melarang HTI sudah tepat, agar tidak mengancam masa depan dan kesatuan Indonesia," ungkap Masykuri.

Ratusan dosen-peneliti yang tergabung dalam Asdanu mendeklarasikan dan mengkampanyekan Islam moderat dalam riset-riset ilmiah dan pengajaran di kampus. (Yusuf Suharto/Fathoni)



Terkait