Internasional

Perketat UU Miras, Turki Tak Ingin Generasi Pemabuk

Jumat, 24 Mei 2013 | 21:16 WIB

Jakarta, NU Online
Baru-baru ini, pemerintahan Turki melalui parlemen (DPR)-nya mengeluarkan undang-undang baru yang memperketat regulasi perdagangan minuman keras (miras) di negara itu. Demikian sebagaimana dilansir kantor berita Turki Cihan (24/5).<>

Undang-undang tersebut melarang dijualnya miras di malam hari, di tempat sembarangan yang terbuka, menanyangkan iklan dan adegan-adegan meminum miras pada jam-jam di mana anak-anak melihat televisi, juga melarang penjualan miras di dekat masjid, tempat ibadah dan institusi pendidikan.

Terkait undang-undang tersebut, Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, UU tersebut merupakan bentuk perhatian pemerintah Turki yang lebih tinggi terhadap masa depan dan generasi muda yang lebih baik di negara pewaris kekhalifahan Ottoman itu.

"Kami menginginkan generasi masa depan yang terpelajar dan sadar, bukan generasi pemabuk dan lalai di siang dan malam," tegas Erdogan.

Wacana UU yang memperketat peraturan miras tersebut sempat menuai kontroversi di Turki. Beberapa anggota parlemen dari CHP, partai berhaluan ultra-sekuler, menyatakan menolak disahkannya UU tersebut dengan alasan pembatasan kebebasan dan HAM. 

Erdogan balik mengkritik sikap CHP tersebut. Dikatakan Erdogan, bahwa sebenarnya pihaknya tidak hendak melarang jenis minuman tertentu di negaranya. Namun, terkait miras ini, pemerintahan Turki lebih kepada meninjau ulang regulasi minuman tersebut, volume miras yang beredar dan menempatkannya sesuai dengan tempatnya.

"Saya heran, kenapa CHP justru mempertahankan tradisi buruk di kalangan anak muda. Tidakkah mereka juga berpikir untuk menciptakan generasi masa depan Turki yang lebih terdidik dan beretika, generasi masa depan yang tidak lalai dan linglung akibat kebanyakan mabuk siang malam?" tegas Erdogan.

Siapa saja yang melanggar UU baru ini, maka ia akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 5000 TL sampai 200 ribu TL, atau setara dengan 2700 USD-108,2 ribu USD.



Penulis: Ahmad Syifa


Terkait