Internasional

Pemberontak di Philipina Selatan Minta Mediator Asing

Kamis, 12 September 2013 | 05:02 WIB

Manila, NU Online
Para pemberontak di Philipina selatan yang menahan sandera sipil meminta pihak internasional sebagai mediator. 
Para pemberontak merusak perjanjian damai dengan pemerintah dan menggunakan sandera rakyat sipil sebagai tameng hidup di dekat kota pelabuhan Zamboanga. Tentara sudah mengepung anggota Moro National Liberation Front (MNLF) dan sandera mereka di empat desa pesisir. 
<>
Akhir bulan lalu, MNLF memunculkan ancaman baru untuk memisahkan diri dengan mendirikan sebuah negara tersendiri. Meskipun demikian, pemimpin mereka, Nur Misuari, tidak tampak di depan publik atau menyampaikan statemen saat sekitar 200 pengikutnya menerobos pantai kota Zamboanga Senin pagi dan bertempur dengan tentara dan polisi yang menyebabkan sembilan orang meninggal dan beberapa lainnya terluka, seperti dilaporkan Islamic International News Agencies, Rabu.

Para pemberontak menangkap warga sebagai sandera, menahan mereka di rumah-rumah dan masjid yang telah dikelilingi oleh para tentara. President Benigno Aquino III mengatakan, prioritas utama adalah menyelamatkan sandera dan warga sipil di kota tersebut. 

Sekretaris menteri dalam negeri Mar Roxas mengatakan pemerintah telah membuka pembicaraan dengan para pemberontak "pada berbagai tingkatan," termasuk komandan yang loyal pada Misuari, tetapi belum ada terobosan.

MNLF menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah pada 1996, tetapi banyak pejuangnya masih memegang senjata dan menuduh para pejabat mengingkari janji untuk membangun daerah otonom bagi minoritas Muslim di selatan. Philipina merupakan negara yang didominasi oleh Katolik Roma.

Kelompok mengatakan mereka ditinggalkan dalam negosiasi pemerintah dengan kelompok pejuang lain the Moro Islamic Liberation Front, yang berpisah dengan MNLF pada awal 1980an. 11,000 anggota MNLF telah menyepakati perjanjian damai dengan pemerintah yang ditengahi oleh Malaysia, yang menghasilkan keputusan progresif menuju daerah otonomi Muslim. Pemberontakan yang berlangsung selama puluhan tahun ini telah menewaskan sekitar 150 ribu orang.(mukafi niam)
Foto:IINA


Terkait