Nigeria Terapkan Pernikahan Massal untuk Cegah Terorisme
Kamis, 24 Oktober 2013 | 13:06 WIB
Kano, Nigeria, NU Online
Sekelompok tetua dan birokrat Islam di Nigeria memilih untuk mengesampingkan pendekatan dengan kekerasan dalam memberantas terorisme. Mereka sedang mencoba cara baru: pernikahan massal.
<>
Tentara Nigeria dan sekte Islam bernama Boko Haram telah terlibat dalam konflik selama 5 tahun terakhir. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya siklus terorisme serta meluasnya pengangguran di wilayah utara Nigeria. Jumlah wanita pun menjadi lebih banyak dari laki-laki. Demi memperbaiki keadaan, Dewan Hizbah Negara Bagian Kano—badan setempat yang menerapkan hukum Islam—mendanai serangkaian pernikahan massal.
“Hal tersebut akan sangat membantu dalam membasmi kebobrokan sosial,” ujar Nabahan Usman, wakil komandan layanan khusus pada dewan tersebut. Jika seorang lelaki memiliki istri yang baik, maka ia tidak akan berpikiran untuk bergabung dalam gerakan terorisme, tambahnya seperti dilansir wall street journal Indonesia.
Sejumlah negara sudah pernah menjalani strategi tersebut. Pemerintah India menawarkan paket pernikahan kepada para pemberontak Maois, sementara Yaman melakukan hal serupa guna menangkap para tersangka teroris. Pemberontakan oleh kedua kelompok tersebut masih berlanjut hingga kini.
Sejumlah pihak tidak yakin Nigeria bisa menghasilkan prestasi lebih baik. “Langkah itu sedikit tidak masuk akal,” ujar Steven Pierce, seorang pengajar bidang sejarah Nigeria di University of Manchester.
Tetap saja, setelah menyaksikan nyaris 4000 orang tewas dalam konflik antara pemerintah sekuler dan Boko Haram, tokoh seperti Usman masih mencoba solusi kreatif, termasuk pernikahan yang menggabungkan ideologi sosialis dengan politik Islam yang telah lama menjadi arahan bagi kebijakan Nigeria bagian utara.
Dalam 18 bulan terakhir, sekitar 1350 pasangan di Kano telah dinikahkan melalui pernikahan massal. Sekitar 1111 lainnya dijadwalkan akan menjalani proses yang sama tahun ini. Daftar tunggu mencapai 5000 orang, karena masih banyak yang menemui kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai pasangan yang telah menikah.
Bagi para mempelai pria, pemerintah membayarkan maskawin yang besarnya mencapai sekitar $60.
Para mempelai perempuan mendapat sekantung nasi, dua krat telur, minyak goreng, alas tidur, uang tunai $125 untuk memulai usaha, dan terkadang mesin jahit. Para pejabat Islam juga melatih mereka dengan sejumlah keterampilan: Bagaimana cara membuat parfum dari tanaman setempat, dan memasak kue.
Bagi pasangan, pemerintah menyediakan gaun pengantin putih Islami yang dikerjakan oleh seorang penjahit. Setelah pesta usai, mereka bergabung dengan gubernur setempat untuk makan siang ayam dan yogurt.
Banyak penduduk Nigeria yang khawatir untuk menikah karena maraknya kemiskinan dan terorisme di negara tersebut. Pemerintah tidak memiliki data statistik perceraian. Namun, Pierce menaksir tingkat perceraian di wilayah utara mencapai sekitar 50%, berdasarkan penelitian selama dua puluh tahun. Tingginya tingkat perceraian sebagian karena hukum Islam setempat membolehkan laki-laki menghindarkan beban keuangan pernikahan dengan menalak istrinya secara verbal.
Bulan lalu, sekitar 8000 perempuan lajang mengepung kantor gubernur dan meminta sang kepala daerah untuk mencarikan mereka suami, demikian tulis koran Punch. “Sungguh suatu fenomena sosial,” ujar Fatima Akilu, pejabat tinggi kantor Penasihat Keamanan Nasional Nigeria.
Jika seorang pelamar tidak memiliki pasangan, pemerintah akan mencarikannya. Kepada para lelaki, kata Usman, pemerintah setempat akan menanyakan: “Kalian suka gadis semampai dan elegan? Tidak masalah?”. Kepada kaum wanita: “Mungkin ada yang suka pria berkulit terang dan tinggi? ujar Aisha Atiku, Direktur Perencanaan dan Penelitian dari Hizbah. (mukafi niam)
Foto: wjs