Internasional

Kasus Jamal Khashoggi dan Isu Ganti Putra Mahkota Saudi

Sabtu, 20 Oktober 2018 | 10:00 WIB

Kasus Jamal Khashoggi dan Isu Ganti Putra Mahkota Saudi

Foto: Middleeasteye.net

Riyadh, NU Online
Kasus hilangnya jurnalis Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul Turki pada 2 Oktober lalu tidak bisa dianggap remeh. Belakangan Saudi mengakui kalau sang jurnalis tewas di dalam Konsulat setelah terlibat perkelahian dengan orang yang ada di dalam gedung.

Tidak hanya Arab Saudi dan Turki yang ‘geger’, masyarakat dunia juga ikut. Berbagai macam desakan dilayangkan komunitas internasional kepada Saudi, sebagai pihak tertuduh. Salah satunya datang dari Amerika Serikat (AS), negara sekutu Saudi.

Senator senior AS Lindsey Graham menuduh Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman sebagai ‘dalang’ atas terbunuhnya Jamal Khashoggi. Oleh sebab itu, Senator dari Partai Republik ini menyarankan Raja Salman agar mengganti Putra Mahkotanya. 

“Dia (Muhammad bin Salman) tidak akan pernah menjadi pemimpin dunia di panggung dunia. Pria ini (bin Salman) harus lengser. Arab Saudi, jika kalian mendengarkan, ada banyak orang-orang baik yang bisa dipilih, tapi MBS telah mencoreng negara Anda dan mencoreng dirinya sendiri,” kata Graham dalam program televisi Fox News Channel 'Fox & Friends' pada Selasa (16/10), sebagaimana diberitakan laman The Washington Post, Kamis (18/10). 

Kabar tentang penggantian Putra Mahkota Saudi semakin kencang setelah surat kabar ternama dan tertua Prancis, Le Figaro, merilis sebuah laporan tentangnya pada Kamis, (18/10). Dikutip Press TV, Jumat (19/10), Le Figaro mewartakan bahwa memang ada isu Muhammad bin Salman akan diganti karena reputasinya telah tercoreng, terutama oleh kasus Jamal Khashoggi.

Le Figaro melaporkan bahwa pihak Kerajaan Saudi saat ini tengah mencari sosok Putra Mahkota baru untuk menggantikan Muhammad bin Salman. Adik Muhammad bin Salman, yakni Khalid bin Salman direncanakan akan menjadi Putra Mahkota selanjutnya. Khalid bin Salman pernah menjadi Duta Besar Saudi untuk AS. 

Le Figaro mengklaim bahwa beritanya telah dikonfirmasi oleh seorang sumber otoritas Saudi di Riyadh. Meski demikian, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kerajaan perihal isu ini.

Buntut dari kasus Jamal Khashoggi, Saudi memecat penasihat Kerajaan al-Qahtani dan wakil kepala intelijen Ahmed al-Asiri. Sebelumnya Konsul Saudi di Istanbul Muhammad al-Otaibi juga diberhentikan dari jabatannya. 

Kasus Khashoggi juga menyebabkan para bos perusahaan besar dan pejabat asing secara berjamaah membatalkan keikutsertaannya dalam acara konferensi investasi yang akan digelar di Riyadh Arab Saudi pekan depan, 23-25 Oktober.

Kepala Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde dan Menteri Perekonomian Prancis Bruno Le Maire yang secara tegas menyatakan tidak akan menghadiri agenda tersebut. 

“Saya tak akan pergi ke Riyadh pekan depan," tegas Le Maire pada saluran televisi Prancis, Public Senat TV, dilansir Press TV, Kamis (18/10).

Ditambah para bos perusahaan besar juga banyak yang memboikot dan tidak menghadiri agenda konferensi Saudi tersebut. Diberitakan AFP, Kamis (18/10), para bos perusahaan besar yang tidak hadir diantaranya CEO MasterCard Ajay Banga, bos HSBC John Flint, dan CEO Credit Suisse Tidjane Thiam. 

Kemudian ada CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon, CEO London Stock Exchange David Schwimmer, bos BNP Paribas Jean Lemierre, CEO Uber Dara Khosrowshahi, bos Ford Bill Ford, dan miliarder Inggris Richard Branson. 

Tidak hanya para bos dan pejabat, beberapa media internasional seperti The New York Times, CNBC dan Financial Times, CNN, Bloomberg, dan The Economist yang memboikot agenda konferensi tersebut. Mereka menarik eksekutif atau jurnalisnya yang seharusnya bertugas di acara tersebut.

Jamal Khashoggi, seorang jurnalis asal Arab Saudi, tiba-tiba saja menghilang ketika berkunjung ke Konsulat Arab Saudi di Istanbul Turki pada Selasa 2 Oktober lalu. Ia sengaja mendatangi kantor perwakilan Saudi di Turki tersebut untuk mengurus dokumen pernikahannya dengan Hatice, tunangannya asal Turki. 

Jamal Khashoggi merupakan jurnalis yang banyak mengkritisi kebijakan Saudi, terutama dalam hal kebebasan berpendapat, hak asasi manusia di Saudi, dan keterlibatan Saudi pada Perang Yaman. (Red: Muchlishon)


Terkait