Kuala Lumpur, NU Online
Ketua Umum Fatayat NU, Anggia Ermarini mengatakan bahwa kepengurusan Fatayat NU di luar negeri atau Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Fatayat NU memiliki peran yang strategis dalam hal pemberdayaan perempuan. Pasalnya, sampai saat ini kasus marginalisasi perempuan terutama bagi perempuan pekerja migran masih cukup tinggi.
Hal itu disampaikan dalam rapat bersama antara Pengurus Pusat Fatayat NU dengan PCI Fatayat NU Malaysia di Kuala Lumpur, Senin (17/12). Dalam pertemuan itu hadir pula kader Fatayat NU baik yang berasal dari Indonesia atau warga asli Malaysia.
"Pada prinsipnya, kondisi setiap negara yang berbeda ikut menentukan model dakwah seperti apa yang bisa dilakukan oleh Fatayat NU," tutur Anggia.
Anggia mencontohkan PCI Fatayat NU Mesir yang mayoritas pengurus dan anggotanya adalah mahasiswa, model dakwahnya melalui diskusi dan kajian-kajian ilmiah. Hal itu berbeda dengan PCI Fatayat Hongkong dan Taiwan yang keseluruhannya adalah pekerja.
"Saya selalu bangga dengan PCI Fatayat NU karena ya itu masih semangat meluangkan waktu, tenaga bahkan materi untuk menghidupkan organisasi. Dalam waktu kepengurusan tiga tahun mereka bisa melakukan banyak hal meski banyak yang perlu kita dukung," tambahnya.
Saat ini, kata Anggia, PCI Fatayat NU tersebar di enam negara yaitu Malaysia, Hong Kong, Mesir, Maroko, Taiwan dan Arab Saudi.
Sasar Buruh Migran
Sementara itu, Kiki, ketua PCI Fatayat NU Malaysia menyatakan kebanggaannya atas kunjungan ini. Di samping dapat melaporkan perkembangan organisasi pihaknya bermaksud untuk bisa sharing berbagai dinamika organisasi.
Selain soal pengkaderan, Kiki menyayangkan sulitnya menembus lingkungan buruh migran untuk dapat memberikan edukasi atau advokasi. Namun begitu, ia bangga karena di beberapa kegiatan Fatayat, antusiasme masyarakat cukup baik.
"Kalau kegiatan pengajian kami lakukan bersama dengan kelompok ibu-ibu disini yang sebenarnya memang mereka haus akan taklim dan tadzkiroh, tetapi untuk kegiatan sosial dan edukasi cukup susah," ujarnya.
Salah satu program yang dirancang adalah masuk ke wilayah mess buruh migran untuk kegiatan bakti sosial seperti pemeriksaan massal dan edukasi kesehatan. Selain terkendala waktu, permasalahan lainnya adalah SDM dan resources yang terbatas.
Dengan begitu, peran PCI Fatayat NU dengan segenap program unggulannya itu bisa menjadi kekuatan dakwah NU jika ada manajemen organisasi yang baik sekaligus bisa menjaring kerjasama dengan lintas sektor.
Pertemuan yang bertajuk silaturahmi ini digelar disela-sela kegiatan ngetrip bareng pengurus pusat Fatayat NU yang mengusung tema Globalizing Islam Nusantara. Agenda tersebut dijadwalkan di Malaka dan Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 15-17 Desember. (Red: Kendi Setiawan)