Probolinggo, NU Online
Perayaan hari raya Idul Adha seakan tidak akan lepas dengan tradisi ziarah kubur yang dilakukan masyarakat. Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang hingga setelah shalat Idul Adha. Tak terkecuali di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Seperti yang terlihat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Dusun Nangger Desa Alassumur Lor Kecamatan Besuk Kabupaten Probolinggo, Rabu (22/8) pagi. Usai shalat Idul Adha, warga setempat berbondong-bondong mendatangi area TPU untuk mendoakan orang tua dan sanak keluarganya yang telah meninggal.
Tua muda datang silih berganti ke area TPU. Ada yang membawa bunga nyekar dan ada juga yang hanya sekedar untuk mendoakan keluarga. “Ziarah kubur saat hari raya Idul Adha merupakan tradisi yang masih melekat hingga saat ini,” kata Ustadz Bukhori, salah seorang tokoh agama setempat.
Menurut Ustadz Bukhori, tradisi ziarah kubur di masyarakat Muslim Indonesia sebenarnya telah terjadi ketika Islam mulai berkembang di Nusantara. “Wali Songo adalah yang pertama mengembangkan tradisi nyekar atau ziarah kubur,” ujarnya.
Ustadz Bukhori mengatakan dalam Islam sendiri, ziarah kubur semula dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Tetapi kemudian diperbolehkan dilakukan oleh umatnya. Dalam Islam, ziarah kubur hukumnya sunnah. Kapan pun berziarah kubur, disebutnya boleh dilakukan. Karena Rasulullah pun tidak menganjurkan waktu untuk berzirah.
“Dilarang karena takut merusak akidah mereka, sebab ketika itu akidah umat Islam belum kuat. Namun karena semakin kuatnya akidah umat Islam, maka Nabi Muhammad SAW kemudian membolehkan umatnya untuk ziarah kubur,” tandasnya.
Sementara Aminah (33), warga Desa Alassumur Lor Kecamatan Besuk Kabupaten Probolinggo yang datang bersama keluarga besarnya berharap dengan ziarah kubur para leluhur dan sanak famili yang sudah meninggal mendapatkan syafaat dari doa yang dipanjatkan. “Sudah menjadi tradisi, setiap lebaran atau hari raya Idul Adha, kami sekeluarga melakukan ziarah kubur,” tandasnya. (Syamsul Akbar/Ibnu Nawawi)