Jakarta, NU Online
Pelajar menjadi pintu masuk virus ideologi radikal. Di usia remaja itu, mereka masih rentan dengan hal tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan banyaknya pelajar dan elemen pendidikan lainnya yang cenderung pada radikalisme.
Dosen Pascasarjana Studi Terorisme Universitas Indonesia Imdadun Rahmat menyatakan bahwa sekolah menjadi sarana masuknya ideologi radikal itu. "Baik melalui pembelajaran formal maupun kegiatan ekstrakurikuler, termasuk rohis (rohaniawan islam)," katanya saat ditemui di MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (11/12).
SMP dan SMA itu, lanjutnya, merupakan kelompok target yang memang sengaja disasar. Oleh karena itu, ia berharap Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dapat menjadi benteng di sana. "Harus dibentengi oleh organisasi seperti IPNU untuk memberikan perhatian lebih terhadap aktivitas di sekolah," ujarnya.
Pengkaderan dan pembentukan komisariat di sekolah, tegasnya, menjadi penting. "Itu jauh lebih penting dari program yang lain."
Sementara itu, Ketua Pimpinan Wilayah IPNU Nusa Tenggara Barat Pauzan Basri menyatakan bahwa virus radikal itu menjadi musuh bersama yang harus segera diatasi. Terlebih pelajar yang menjadi targetnya. Pembinaan wawasan kebangsaan perlu ditingkatkan
"IPNU dan IPPNU tentu menjadi solusinya. Sudah memberikan materi-materi tentang pancasila, bhinneka tunggal ika, NKRI harga mati," katanya.
Adapun Ketua PW IPNU Riau Saddam Orbusti Ritonga lebih melihat penyelesaiannya dari atas ke bawah. Menurutnya, pemerintah perlu menindaklanjuti permasalahan tersebut. Hal ini mengingat pemerintah memiliki mandat kuasa dan membuat peraturan di instansi pendidikan.
"Pemerintah (harus) membuat peraturan yang lebih ketat tentang faham-faham yang boleh masuk ke dalam instansi pendidikan," tuturnya. (Syakir NF/Abdullah Alawi)